visi UNTIRTA
VISI
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
- Maju
- Bermutu/Ideal
- Berkarakter dalam kebersamaan
Berdasarkan
visi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Maju:
Dalam artian terwujudnya suatu kondisi
yang mengalami perkembangan, peningkatan dan perubahan secara berkelanjutan
dalam suatu penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran agar terciptanya suatu tujuan
yang ingin dicapai.
2.
Bermutu
: dalam artian tercapainya kualitas suatu lulusan yang mampu bersaing dengan
nergara-negara lain dan dapat mengembangkan kreativitas yang memiliki
conservative, innovative, transformative dan memiliki karakteristik yang baik
dalam mengimplementasikannya dalam kehidupannya.
3.
Berkarakter
dalam Kebersamaan: dalam artian tercapainya tenaga pendidik dan kependidikan serta lulusan yang memiliki kepribadian yang
menjunjung nilai-nilai kejujuran. Dalam dan dapat memngayomi masyarakat
berdedikasai tinggi, dan menjunjung tinggji nilai ejujuran, amanah religious,
dan adil. Dalam mewujudkan solidaritas.
Dalam
visi diatas berkaitan dengan tiga aliran-aliran filsafat diantaranya yaitu:
1. Aliran
Progresivisme
Progresivisme
adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di
sekolah berpusat pada anak (child-centered). Sebagai reaksi terhadap pelaksanan
pendidikan yang berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran
(subject-centered).
Aliran
progresivisme memandang kehidupan manusia berkembang terus menerus dalam suatu
arah yang positif. Apa yang dipandang benar sekarang belum tentu benar pada
masa yang akan datang. Progresivisme dalam pandangannya selalu berhubungan
dengan pengertian “the liberal road to cultural” yakni liberal dimaksudkan
sebagai fleksibel (lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta
ingin mengetahui dan menyelidiki demi pengembangan pengalaman. Progressivisme
disebut sebagai naturalisme yang mempunyai pandangan bahwa kenyataan yang
sebenarnya adalah alam semesta ini (bukan kenyataan spiritual dari supernatural).
Oleh sebab itu akan dikaji lebih jauh bagaimana dasar konsep progressivisme
yang terus berkembang, yang mana hasil tersebut akan menjadi bahan acuan
pembaharuan-pembaharuan pendidikan dalam setiap bidangnya.
Progresivisme
bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri
sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada
tahun 1918.Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di
Amerika Serikat.Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini, karena guru
telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi terhadap filsafat
lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey.Perubahan masyarakat
yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progresif
mengharapkan perubahan yang sangat cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan.
Tokoh
Filsafat Progresivisme diantara lain
William James
seorang psychologist yang lahir di New York pada tanggal 11 januari 1842 dan
meninggal pada tanggal 26 Agustus 1910 di Choruroa, New Hemshire. Selain
sebagai seorang psikolog, ia juga sebagai filosof Amerika yang sangat terkenal.
Paham, ajaran, dan kepribadiannya sangat berpengaruh di berbagai negara Eropa
dan Amerika, selain sebagai penulis yang sangat brilian, dosen, dan penceramah
dibidang filsafat, ia juga dikenal sebagai pendiri aliran pragmatisme. James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran,
seperti juga aspek dari eksitensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan
nilai kelanjutan hidup. Dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu
dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam.
Jadi,
James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan
menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.Buku karangannya yang berjudul,
prinsiplesofpsycologyyang terbit tahun 1890 yang membahas dan mengembangkan
ide-ide tersebut, dengan cepat menjadi ilmu klasik dalam bidang itu, hal inlah
yangmengantarkan William James terkenal sebagai ahli filsafat pragmatisme dan
empirismeradikal.
John Dewey
lahir pada tanggal 20 Oktober 1859 di Burlington, Vermon, dan meninggal pada
tanggal 1 Januari 1952 di New York. Ia juga tercatat sebagai salah seorang
pendiri filsafat pragmatisme. Ide filsafatnya yang utama berkisar pada problema
pendidikan yang konkret, baik teori maupun praktik.Reputasi internasionalnya
terletak pada sumbangan pemikirannya dalam bidang filsafat pendidikan
progesifisme di Amerika.Dewey juga tidak hanya berpengrauh di kalangan ahli
filsafat profesional, tetapi juga karena perkembangan idenya yang fundamental
dalam bidang ekonomi, hukum, antropologi, teori politik, dan ilmu jiwa. Selain
itu, ia juga tercatat sebagai juru bicara tentang cara-cara kehidupan
demokratis yang sangat terkenal di Amerika Serikat.
Aliran
progresivisme yang didukung juga oleh filsafat pragmatisme John Dewey yang
menyatakan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar
dengan perantaaan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Teori Dewey
tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekakan pada anak
didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri.Maka muncullah
"Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School".
Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum
jelas. Menurut Dewey pendidikan adalah proses dari kehidupam dan bukan
persiapan masa yang akan datang.
Selain
itu, ia juga memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi.
Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat mengambil
kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding
pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik
tidak cukup disekolah saja.Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah
yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar.Sekolah harus
dapat mengupayakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah
sekitar atau daerah dimana sekolah itu berada. Untuk itu filsafat progresivisme
menghendaki sistem pendidikan dengan bentuk belajar “ sekolah sambil berbuat”
atau learning by doing.
Hans Vaihinger
berpendapat bahwa tahu itu hanya mempunyai arti praktis.Persesuaian dengan
obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah
gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di
dunia.Segala pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu
berguna.untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja
bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.
2. Aliran Idealisme
Idealisme
merupakan sistem filsafat yang telah dikembangkan oleh para filsuf di Barat
maupun di Timur. Di Timur, idealisme berasal dari India Kuno, dan di Barat
idealisme berasal dari Plato, yaitu filsuf Yunani yang hidup pada tahun 427-347
sebelum Masehi. Dalam pengertian filsafati,idealisme adalah sistem filsafat
yang menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh (soul) atau jiwa
(spirit) dari pada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material.
Filsafat
idealisme secara umum disebut sebagai filsafat abad 19. namun sebenarnya
konsep-konsep idealisme sudah ada sejak abad 4 masehi, yaitu dalam ajaran
Plato. Plato memercayai bahwa segala sesuatu yang dapat diinderai adalah
kenampakan semata. Realitas yang sesungguhnya adalah ide-ide, atau
bentuk-bentuk asal dari kenampakan itu. Ide-ide itu merupakan dunia “universal
abadi” yang tidak berubah. Apa yang nampak hanyalah refleksi atau bayangan dari
konsep-konsep yang ada dalam dunia “universal abadi,” maka selalu berubah.
Pandangan ini dimulai dari perenungan akan nilai-nilai dari kenampakan yang ada
di dunia ini. Plato menyimpulkan bahwa ada nilai dibalik kenampakkan itu, maka
tentu yang memberi nilai jauh lebih penting dari pada kenampakkan itu sendiri.
Dan ternyata yang memberi nilai atas kenampakkan itu adalah sesuatu yang
metafisik, yang tidak nampak, tetapi terus eksis, yaitu ide-ide.
Tokoh aliran
idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan
suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah
gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara
gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera.
Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea.
Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea
sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang
mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Aliran filsafat
idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan masalah-masalah pendidikan,
sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan. William
T. Harris adalah tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di
Amerika Serikat. Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak
sebanyak seperti tokoh-tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell
Horne (1874-1946). Herman Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat
beraliran idealisme lebih dari 33 tahun di Universitas New York.
Belakangan,
muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis tentang idealisme dalam
pendidikan dengan efek khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski, dan William E.
Hocking. Kemudian muncul pula Rupert C. Lodge (1888-1961), profesor di bidang
logika dan sejarah filsafat di Universitas Maitoba. Dua bukunnya yang
mencerminkan kecemerlangan pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan
adalah Philosophy of Education dan studi mengenai pemikirian Plato di
bidang teori pendidikan. Di Italia, Giovanni Gentile Menteri bidang Instruksi
Publik pada Kabinet Mussolini pertama, keluar dari reformasi pendidikan karena
berpegang pada prinsip-prinsip filsafat idealisme sebagai perlawanan terhadap
dua aliran yang hidup di negara itu sebelumnya, yaitu positivisme dan
naturalism.
3. Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme
adalah aliran yang tidak membahas esensi manusia secara abstrak, melainkan
secara spesifik yang meneliti kenyataankongkret manusia sebagaimana manusia itu
sendiri berada dalam dunianya. Aliran ini hendak mengungkapkan eksistensi
manusia sebagaimana yang dialami manusia itu sendiri. Esensi mengacu pada
sesuatu yang umum sedangkan eksistensi mengacu pada sesuatu yang kongkret,
individual, dan dinamis. Oleh sebab itu, para eksistensialis menyebut manusia
sebagai suatu proses, menjadi gerak yang aktif dan dinamis. Dalam masalah
kebebasan dan kehidupan yang otentik oleh eksistensialisme dianggap sebagai dua
masalah yang sangat mendasar bagi kehidupan manusia. Manusia diyakini sebagai
makhluk yang bebas dan kebebasan itu adalah modal dasar untuk hidup sebagai
individu yang otentik dan bertanggung jawab.
Tokoh-tokoh aliran eksistensialisme diantaranya:
Soren
Aabye Kierkegaard (lahir di Kopenhagen, Denmark, 5 Mei
1813 – meninggal di Kopenhagen, Denmark, 11 November 1855 pada umur 42 tahun)
adalah seorang filsuf dan teolog abad ke-19 yang berasal dari Denmark. Kierkegaard
menentang keras pemikiran Hegel. Keberatan utama yang diajukannya adalah karena
Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia (Hegel) mengutamakan idea
yang sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai
sesuatu “aku umum”, tetapi sebagai “aku individual”.
Inti
pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi
senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu
kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan
harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau
apa yang ia anggap kemungkinan. manusia selalu berkembang, berproses ke arah
yang lebih baik. Kesadaran akan diri merupakan kata kunci, karena melalui
kesadaran akan dirinya inilah manusia berproses ke arah yang lebih baik.
Kesadaran akan diri muncul bila manusia memiliki kebebasan menentukan.
Jean
Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905
di Paris dan meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun) adalah
seorang filsuf dan penulis Perancis. Ia berasal dari keluarga Cendikiawan.
Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan ibunya anak seorang
guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone. Ia dianggap yang
mempopulerkan aliran eksistensialisme.
Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L’existence précède l’essence). Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L’homme est condamné à être libre). Ia menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.
Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L’existence précède l’essence). Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L’homme est condamné à être libre). Ia menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.
Martin
Heidegger (lahir di Mebkirch, Jerman, 26 September 1889 –
meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun) adalah seorang filsuf asal Jerman. Ia
belajar di Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl, penggagas
fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di sana 1928.
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka. Dengan kata lain, benda-benda materi, alam fisik, dunia yang berada di luar manusia tidak akan bermakna atau tidak memiliki tujuan apa-apa kalau terpisah dari manusia. Jadi, dunia ini bermakna karena manusia.
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka. Dengan kata lain, benda-benda materi, alam fisik, dunia yang berada di luar manusia tidak akan bermakna atau tidak memiliki tujuan apa-apa kalau terpisah dari manusia. Jadi, dunia ini bermakna karena manusia.
Menurut Friedrich, manusia yang berkesistensi
adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan
untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai
mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan
penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan
menemukan dirinya sendiri.
Sumber:
Anonim. 2015. Filsafat pendidikan progresivisme. Diperoleh
dari
Sari, Viethre. . makalah filsafat pendidikan
idealisme.diperoleh dari
Mufarida, Yulva. . aliran aliran dalam filsafat manusia. Diperoleh dari
Yakin, Eka, Meli. 2013.
Alira eksistensialisme filsafat pendidikan.
Diperoleh dari
Komentar
Posting Komentar