Pemikiran Ibnu Rusyd
Pemikiran Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd (Ibnu Rushdi, Ibnu Rusyid, 1126-
Marrakesh, Maroko, 10 Desember 1198), dalam
bahasa Arab ابن رشد dan dalam bahasa Latin Averroes, adalah seorang
filsuf dari Spanyol (Andalusia).
Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520 Hijriah
(1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada
masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai banyak
minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum,
matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja'far Harun
dan Ibnu Baja. Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia
dengan pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk
mengabdi sebagai "Kadi" (hakim) dan fisikawan. Di dunia barat, Ibnu
Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas filsafat Aistoteles yang memengaruhi filsafat Kristen pada
abad pertengahan, termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas. Banyak orang
mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan masalah
hukum.
Karya-karya Ibnu Rusyd diantaranya:
·
Bidayat
Al-Mujtahid (kitab ilmu fiqih)
·
Kulliyaat
fi At-Tib (buku kedokteran)
·
Fasl
Al-Maqal fi Ma Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syari’at (perihal perkataan-perkataan
dalam hal kebijaksaan dan syariat)
Keberadaan dan perkembangan
ilmu-ilmu Islam dimulai sejak kerasulan Nabi Muhammad SAW. Pusaran ilmu itu
ialah al Qur’an dan sunnah atau hadis yang kemudian melahirkan berbagai cabang
ilmu. Situasi ini didukung oleh perkembangan bahasa Arab yang telah digunakan
jauh sebelum masa kerasulan Nabi Muhammad SAW, sehingga posisi bahasa Arab
mengambil peran penting bagi perkembangan ilmu Islam selanjutnya. Kondisi
seperti ini disebabkan oleh sumber ilmu Islam yang menggunakan bahasa Arab
sebagai medium komunikasi ke wilayah publik.
Adanya ekspansi umat Islam ke
berbagai wilayah turut memperkaya khazanah intelektual muslim. Berbagai
keilmuan Islam pun lahir sebagai bagian dari proses interaksi Islam dengan
budaya-budaya lain, seperti Yunani, Persia, India, dan lain sebagainya. Lahirnya
bidang keilmuan seperti filsafat, ilmu kalam teologi Islam), dan tasawuf tidak
bisa dilepaskan dari interaksi-interaksi tersebut.
Berikut ini akan dipaparkan dinamika
beberapa varian pemikiran Islam, yang merupakan khazanah (turats) Islam yang senantiasa harus terus dipelihara
dan dijaga keberadaannya, serta dikembangkan sesuai dengan perubahan yang
menyertai perputaran dunia ini.
·
Bidang Kalam Teologi
Kalam
secara harfiah berarti pembicaraan. Istilah ini merujuk pada sistem pemikiran
spekulatif yang berfungsi untuk mempertahankan Islam dan tradisi keislaman dari
ancaman maupun tantangan dari luar. Para pendukungnya, mutakallimun, adalah
orang-orang yang menjadikan dogma atau persoalan-persoalan teologis
kontroversial sebagai topik diskusi dan wacana dialetik, dengan menawarkan
bukti-bukti spekulatif untuk mempertahankan pendirian mereka.
·
Bidang Ilmu Fiqih
Fikih
sendiri sebagai nama lain dari hukum Islam senantiasa dinamis dalam
perkembangannya, bahkan hingga saat ini. Para Imam mazhab pendahulu yang telah
berijtihad keras dalam merumuskan aturan dasar-dasar dalam mengambil sebuah
putusan hukum (ushul fikih) selain berpegang pada aturan pokok berupa al Quran
dan hadist, juga senantiasa menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan
masyarakat di sekitarnya. Sehingga, tidak heran apabila banyak perbedaan
pendapat dari mereka. Namun hal ini tidak menjadi soal, bahkan mereka saling
menghargai terhadap pendapat yang lainnya. Karena mereka berpegang pada sabda
Nabi, bahwa perbedaan antara umatku adalah rahmat al ikhtilaf baina ummati rahmat.
Pada
masa Nabi, karena segala persoalan dikembalikan kepada Nabi untuk
menyelesaikannya, Nabi lah yang menjadi satu-satunya sumber hukum. Segala
ketentuan hukum yang dibuat Nabi itu sendiri bersumber pada wahyu dari Tuhan.
Pada masa sahabat, daerah yang dikuasai Islam bertambah luas dan termasuk ke
dalamnya daerah-daerah di luar Semenanjung Arabia yang telah mempunyai
kebudayaan tinggi dan susunan masyarakat yang bukan sederhana, diperbandingkan
dengan masyarakat Arabia ketika itu. Dengan demikian, persoalan-persoalan
kemasyarakatan yang timbul didaerah-daerah baru itu lebih sulit penyelesaiannya
dari persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat Semenanjung Arabia sendiri.
Untuk
mencari penyelesaian bagi soal-soal baru itu, para Sahabat kembali kepada al
Qur’an dan Sunnah. Tetapi, sebagaimana diketahui ayat ahkam berjumlah sedikit
dan tidak semua persoalan yang timbul dapat dikembalikan kepada al Qur’an atau
Sunnah Nabi, maka untuk itu Khalifah dan sahabat mengadakan ijtihad. Proses
ijtihad pada aspek hukum ini semakin dibutuhkan dengan pada fase-fase
selanjutnya. Seiring dengan banyaknya mujtahid (pelaku ijtihad), maka produk
yang dihasilkannya pun sangat beragam.
Sejarah
memperlihatkan bahwa produk pemahaman dan pemikiran umat dalam bentuk fikih
berhasil mengubah masyarakat Arab jahiliah menuju masyarakat Islami. Perubahan
tersebut didasarkan atas rumusan prinsip umum tentang iman, ibadah, kidah
dakwah, hukum keluarga, hukum muamalah, hukum pidana, dan sanksi sebagai berikut
: (1) Keterikatan hakim untuk menetapkan kemaslahatan umum atas dasar teks
suci, yaitu al Qur’an dan Sunnah; (2) Perintah
melaksanakan keadilan, keihsanan, persamaan, dan ukhuwah insaniyah; (3) Larangan
perang atas dasar ofensif dan kebolehan melakukan perang berdasarkan
pertimbangan defensif serta meningkatkan hak dan kehormatan wanita; (4) Terjaminnya
hak milik pribadi, keharusan memenuhi janji dan perikatan serta larangan
melakukan tipu daya; (5) Pembedaan hak adami dan hak Allah SWT, yakni hak
pribadi dan hak Allah SWT dalam sanksi.
Secara
umum, dapat dijelaskan tahapan-tahapan perkembangan tersebut, adalah : Pertama, pembentukan dimulai sejak kerasulan
Muhammad AW masa al Khulafa ar Rasyidun, hingga paruh pertama abad ke-1 H, pada
tahap ini sumber hukum meliputi wahyu serta akal, yaitu al Qur’an, sunnah,
ijmak, dan ijtihad. Kedua, adalah
masa pembentukan fikih yang dimulai pada paruh pertama abad ke-1 hingga dekade
awal abad ke-2 H. pada tahap ini, fikih telah terbentuk mazhab. Ketiga, adalah masa pematangan bentuk yang dimulai
sejak dekade awal abad ke-2 H hingga pertengahan abad ke-4 H.
Pada
masa ini, ijtihad dalam bentuk fikih dikodifikasi dan dilengkapi dengan ilmu
ushul fikih. Keempat, adalah masa kemunduran fikih yang
ditandai oleh dua peristiwa penting, yakni jatuhnya Bagdad ke tangan tartar dan
tertutupnya pintu ijtihad oleh para ulama. Pada masa ini fukaha hanya menemouh
metode ai mutun [jamak dari al matan], syarah, alhawasyi [jamak dari al
hasyiyyah] dan taqrirat [jamak dari taqrir] dalam penulisan kitab fikih. Kelima, adalah munculnya kesadaran akan
pentingnya kitab hukum Islam yang mudah dioperasionalkan dalam kehidupan
pribadi, keluarga, masyarakat, dan Negara. Kesadaran ini dipelopori oleh
pemerintahan Dinasti Usmani dengan terbitnya majalah al Ahkam al Adiliyyah.
Pemikiran dalam hukum Islam dalam peraturan perundang-undangan itu pun kemudian
berkembang di negeri Islam hingga kini.
·
Bidang Ilmu Filsafat
a. Pengetahuan tentang Tuhan
Didalam
pendapat Ibnu Rusyd terdapat pertanyaan:’’Apakah Tuhan mangetahui segala segala
rincian juziyat?’’menjawab hal ini Ibnu rusyd mengemukakan pendapat Aristoteles
yang sangat disetujui engan kepala negara yang tidak mengetahui hal kecil
didaerahnya.
Pendapat
Aristoteles itu didasarkan atas suatu argumen sebagai berikut: Yakni Tuhan
al-Mukharik, merupakan hal yang murni bahkan merupakan akal yang setinggi-tingginya. Oleh karn a itu, pengetahuan dari
akal yang tertinggi itu haruslah merupakan pengetahan yang tertinggi pula agar
ada persesuaian antara yang mengetahui dan yang diketahui. Dan karna
itu pula tidak mungkn Tuhan mengetahui selain zat-NYA sendiri. Sebab tidak ada suatu zat lain yang sama
luhurnya dengan zat Tuhan.
b. Amal perbuatan
Dalam
masalah amal perbuatan timbul masalah mendasar yaitu: Bagaimanakah terjadinya
alam manjudat ini dan amal perbuatannya?
Bagi
golongan agama jawabannya sudah cukup jelas. Mereka mengatakan bahwa semua itu
adalah ciptaan Tuhan.Semua benda atau
peritiwa,baik besar ataupun kecil,Tuhanlah yang menciptakannya dan
emeliharanya.Sebaliknya bagi golongan filsafat menjawab persoalan itu harus
ditinjau dengan akal pikiran.Diantara mereka ada yang menyimplkan bahwa materi
itu azali,tanpa permulaan terjadinya.dan perubahan
materi itu menjadi benda-benda lain yang beraneka macam terdapat didalam
kekuatan yang ada didalam maksud itu sendiri secara otomatis. Artinya tidak
lansung dari Tuhan.
Diantara
ahli filsafat ada yang berpendapat bahwa materi itu abadi.Ia terdiri atas bermacam-macam jauhar.tiap-tiap jauhar mengadakan jauhar yang baru. Materi
itu terjadinya bukan dari tidak ada,melainkan dari keadaan yang potensial (bilquwah).
Aristoteles
berpendapat bahwa jauhar(subtansi)pertama dari materi itu menyebabkan
adanya jauhar yang kedua tanpa behajat bantuan zat lain diluar dirinya.Ini berarti bahwa sebab dan akibat penciptaan
dan amal matei itu seterusnya terletak pada diri materi itu sendiri.
Ibnu
Rusyd dapat menerima pendapat Aristoteles ini dengan menjelaskan pula argumenny
sebagai berikut: Seandainya Tuhan itu menjadikan segala sesuatu dan peristiwa
yang ada ini, maka akibatnya ide tentang sebab tidak akan ada artinya lagi. Padahal
seprti yang kit lihat sehari-hari, apapun yang terjadi dalam ini
senantiasa diliputi oleh sebab dan akibat.Misalny api yang menyebabkan
terbakar,dan air yang menyebabkan basah.
c. Keazalian alam
Dalam
masalah ini timbul pertanyaan: apakah alam ini ada permulaan terjadinya atau
tidak?
Dalam
masalah ini Ibnu Rusyd mengemukakan bahwa alam ini azali tanpa ada permulaan. Dengan
demikian berarti bagi Ibnu Rusyd ada dua hal yang azali,yaitu Tuhan dan
alam ini.Hanya saja bagi Ibnu Rusyd keazalian tuhan itu
berbeda dari keazalianala, sebab keazalian Tuhan lebih utama dari keazalian alam.Untuk membela pendapat ia mengeluarkan argumen
sebagai berikut: Seandainya alam ini tidak azali, ada permulaannya maka ia
hadist (baru), mesti ada yang menjadikannya , dan yang menjadikannya itu harus
ada pula yang menjadikannya lagi,demikianlah seterusnya tanpa ada
habis-habisnya. Padahal keadaan berantai demikian(tasalsul)dengan tiada
berkeputusan tidak akan dapat diterima oleh akal pikira. Jadi mustahil kalau
alam itu hadist.
Oleh
karna diantara tuhan dengan alam ini ada hubungan meskipun tidak sampai pada
soal-soal rincian, padahal Tuhan azali dan Tuhan yang azali itu tidak akan
berhubungan kecuali dengan yang azali pula,maka seharusnya alam ini azali
meskipun keazaliannya kurang utama dari keazalian Tuhan.
d. Gerakan yang azali
Gerakan
adalah suatu akibat karena setip gerakan senantiasa mempunyai sebab yang mendahuluinya.Kalau kita cari sebab itu maka tidak
akan kita temui sebab penggeraknya pula, begitulah seterusnya, tidak mungkin berhenti. Oleh sebab itu kewajiban kita menganggap
bahwa sebab yang paling terdahulu atau sebab yang pertama adalah sesuatu yang
tidak bergerak. Gerakan itu dianggap tidak berawal dan tidak berakhir, azali dan berabad, dan sebab pertama (prima
causa) atau penggerak utama itulah yang disebut Tuhan.
Selanjutnya
Ibnu Rusyd mengatakan meskipun Tuhan adalah sebab atau penggerak yang
pertama, Dia hanyalah menciptakan gerakan pada akal pertama saja, sedangkan
gerakan-gerakan selanjutnya(peritiwa-peristiwa didunia ini) disebabkan oleh
akal selanjutnya. Dengan demikian menurut Ibnu Rusyd,tidak dapat
dikatakan adanya pimpinan lansung dari Tuhan terhadap peristiwa-peristiwa di
dunia.
e.
Akal yang Universal
Menurut
Ibnu Rusyd akal itu (seperti yang dimaksud oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina)adalah
satu universal.Maksudnya bukan saja “akal yang aktif” adalah esa dan universal,
tetapi juga“ akal kemungkinan’’, yakni akal reseptif adalah Esa dan
universal,sama dan satu bagi semua orang. Hai ini berarti bahwa segala akal
dianggap sebaai monopsikisme. Menurut Ibnu Rusyd “akal kemungkinan’’ barulah
merupakan individu tertentu tatkala dia berhubungan dengan dengan suatu bentuk
materi atau tubuh orang perseorangan.
· Tinjauan Metafisika Ibnu Rusyd
· Tinjauan Metafisika Ibnu Rusyd
Ibnu
rusyd telah membahas tentang wujud tuhan,sifat-sifat-NYA dan hubungan Tuhan
dengan alam. ketiga hal tersebut menjadi pokok pembahasan metafisika Ibnu
Rusyd. Disamping itu Ibnu Rusyd meneliti golongan islam dalam mencari Tuhan.Ibnu rusyd juga meninjau pemikiran Al-Ghazali.
Tentang
Al-ghazali ia telah mengisi bukunya Tahafut al-falasifah dengan pikran-pikiran
sofistis, dan kata-katanya tidak sampai pada tingkat keyakinan.pembicaraan
Alghazali terhadap pikiran-pikiran
filosof-filosof dengan cara demikian, tidak pantas baginya,sebab tidak lepas
dari satu dan dua hal. Pertama, ia
sebenarnya memahami pikiran-pikiran tersebut tetepi tidak disebutkan
disini secara benar dan ini adalah perbuatan orang-orang buruk. Kedua,Ia memang tidak memahami cecara benar, dan dengan
demikian ia membicarakan sesuatu yang tidak ia kuasai, dan ini adalah perbutan
orang-orang bodoh.
Golongan
Al-‘asyariyah mengatakan bahwa wujud Tuhan tidak lain adalah melalui
akal.Menurut Ibnu rusyd,untuk ini merek a tidak menempuh jalan yang di tunjukan
oleh syara karena berdasarkan baharunya alam atas tersusunnya dari
bagian-bagian yang tidak terbagi-bagi,itu adalah baru.
Golongan
Mutakallimin Asy’ariyah mengatakan bahwa perbuatan yang baru adalah karna
iradah yang qadim,maka Ibnu Rusyd menjawab bahwa prkataan tersebut tidak dapat
diterima,karena iradah itu bukan perbuatan yang berhubungan dengan perbuatan
yang dibuat.
Mengenai
golongan Tasauf, maka menurut Ibnu Rusyd cara penelitian mereka bukan bersiftat
pikiran,yakni yang terdiri dari dasar-dasar pikiran atau premise-premise dan
kesimpulan,karena mereka mengira bahwa pengetahuan tentang Tuhan dan
wujud-wujud lain diterima oleh jiwa ketika sudah terlepas dari dari hambatan-hambatan
kebendaan dan ketika pikirannya tertentu kepada perkara yang dicarinya.
Cara
tersebut menurut Ibnu Rusyd bukanlah cara kebanyakan orang sebagai orang,yakni
sebagai makhluk yang mempunyai pikiran dan diserukan memakai pikirannya. Mengenai
adanya Tuhan menurut ibnu Rusyd ada dua cara untuk mambuktikannya,yaitu:kedua
cara itu dimulai dari manusia dan tidak dari alam karena manusia itu
berpikiran.Seterusnya benda wujud dijadikan dan segala benda yang dijadikan
berkehendak kepada yang menjadikan.
·
Bidang Tasawwuf
Tasawuf
adalah tingkah laku dan perasaan; tingkah laku yang menjauhi segala keinginan
dan hal-hal yang memesona dan ditujukan demi kesucian jiwa dan tubuh. Perasaan
cinta dan bahagia, manakala seorang murid (orang yang berkehendak) mencapai dua
kesucian ini. Tasawuf juga berarti amal dan analisa; amal yang
berlandaskan pada mujahadah[memerangi hawa nafsu
sendiri] dan mujahadah (ketahanan diri
menghadapi bencana) pusa di siang hari dan beribadah sunnah di malam hari,
mengorbankanjiwa dan harta yang nampak ke dalam alam batin. Akhirnya tasawuf
adalah ada dan tiada; tiada bagi orang yang tergesa dan ada bagi orang yang tidak
tergesa (mementingkan akhirat, al Ajil). Tiada bagi orang yang sirna dan ada
bagi orang yang kekal, tiada bagi manusia dan ada bagi Tuhan.
Tasawuf
secara ringkas adalah mata rantai yang terdiri atas kondisi-kondisi (al-ahwal) dan maqam-maqam, yang satu sama lain saling
merupakan anak tangga. Orang yang mau menjadi sufi memulai langkah dengan
membersihkan jiwanya, agar bisa menjadi orang yang berhak menerima tajalli (penampakan),
selalu meningkat hingga bisa merasakan Allah (ada) di relung jiwanya dan
demukian dekat dengan-Nya. Kajian-kajian tasawuf dalam Islam tidak terbentuk
sekaligus, tetapi berkembang menembus perjalanan waktu melewati fase-fase
tertentu secara bertahap.
Ibnu Rusyd terkenal sebagai pengulas
karya-karya Aristoteles (Comentator), karena pikiran-pikirannya mencerminkan
usahanya yang keras untuk mengembalikan pikiran-pikiran Aristoteles kepada
kemurniannya.
Sumber:
Khofif.
2010. Pola pemikiran ibnu rusyd tentang pendidikan
agama islam. Diperoleh dari
Komentar
Posting Komentar