Aku dan Budaya
Aku dan Budaya
Manusia
dan budaya tak dapat dipisahkan satu sama lain. Manusia atau orang dapat
diartikan berbeda-beda dari segi biolgis rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara
campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai homo spesies (Bahasa Latin yang
berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari
golongan mamalia yang
dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka
dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi yang, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan
atau makhluk hidup. Dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain.
Dalam antropologi kebudayaan,
mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka
dalam masyarakat majemuk serta
perkembangan teknologinya, dan terutama
berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok, dan lembaga untuk
dukungan satu sama lain serta pertolongan lain. Budaya atau kebudayaan berasal
dari bahasa Sanskerta yaitu budhayah.yang
merupakan bentuk jamak dari Budhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.
Tetapi
bila kita dalam budaya muntakhir melihat pembangunan yang begitu pesat disertai
arus teknologi, dan pola gaya hidup konsumtif, maka sudah saatnya kita untuk
memperhatika masalah manusia dan budaya, sebagai suatu objek dalam menghadapi
objek-objek dalam lingkungannya. Maka disnilah letak sumbangan orientasi
filsafat sebagai orientasi teoritis dapat memberi suatu kerangka referensi
untuk meneliti fenomena budaya dalam
lingkungan kita dimna disatu pihak pengelihatan teknologi menjadi sumber daya
utaa dalam pembangunan.
Dalam
sistematika filsafat, maka filsafat tentang manusia mengetengahkan kodrat
manusia sebagai subjektivitas, subjek atau aku.
Suatu perbedaan budaya dalam tahap ontologis,
fungsional dan mistis menyertai pembedaan aku dan ontologis fungsional, serta mitis
pula menampilkan aku dan umumnya.
Suatu
budaya mistis merupakan dunia perwujudan aku
yang mistis-ialah aku yang masih melebur dengan kekuatan dan ancama dalam
lingkungan. Aku ontologis sudah mampu
mengambil jarak dari kekuatan dalam lingkungan. Menyadari diri dari suatu
keterpisahan, dan dapat bersikap meneliti hakekat lingkungannya.
Sumber:
Sarifudin.2013.Bepijak
pada Filsafat. Depok: Komunitas Bambu
Website:
Komentar
Posting Komentar