Hubungan Filsafat dan Ideologi
Hubungan Filsafat dan Ideologi
Filsafat
sebagai pandangan hidup pada hakikatnya merupakan sistem nilai secara epistimologis kebenarannya telah
diyakini sehingga dijadikan dasar atau pedoman bagi manusia dalam memandang
realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara, tentang makna
hidup serta, sebagai dasar dan pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi dalam hidup
dan kehidupan. Filsafat dalam pengertian ini telah menjadi suatu sistem
cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief-sistem)
yang telah menyangkut praksis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup
manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupannya. Hal
itu berarti bahwa filsafat telah beralih dan menjelma menjadi ideologi.
(Abdulgani, 1986).
Tiap ideologi sebagai sutu sistem rangkaian
kesatuan cita-cita yang menadasar dan menyeluruh yang saling berhubungan
menjadi suatu sistem pemikiran (system of
though) yang logis, adalah bersumber kepada filsafat. Atau ideologi sebagai
suatu sistem pemikiran yang mencari nilai, norma, dan cita-cita yang bersumber
pada filsafat yang bersifat mendasar dan nyata untuk dapat memberi pengaruh
positif, karena mampu membangkitkan dinamika masyarakat tersebut secara nyata
kerah kemajuan. Ideologi dapat dikatakan pula sebagai operasionalisasi dari
suatu pandangan atau filsafat hidup akan dituangkannya dalam prilaku, juga
dalam kelembagaan sosial, polotik, ekonomi, pertahanan keamanan dan sebagainya.
Jadi filsafat sebagai dasar dari rumusan ideologi yang juga menyangkut strategi
dan doktrik, dalam menghadapi permasalahan yang timbul didalam kehidupan bangsa
dan negara. Ideologi itu tidak hanya menuntut orang agar bertindak adil, saling
tolong-menolong, saling menghormati antara sesame manusia, lebih mengutamakan
kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, melainkan juga ideologi akan
menuntut ketaatan konkrit, harus
melandaskan juga ideologi akan menuntut dengan mutlak orang harus bersikap dan
bertindak.
Dari tradisi filsafat Barat dapat
dibuktikan bahwa tumbuhnya ideologi seperti liberalisme, Marxisme, maupun
naziisme dan fasisme, adalah bersumber kepada aliran-aliran filsafat yang
berkembang disana. Persespsi mengenai kebebasan yang tumbuh pada zaman
Reinasance dan Aufklarung mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya ideologi
liberal dan kapitalis di Barat. Demikian pula dengan pemikiran-pemikiran Karel
Marx dan Engels yang historis materialistik dan dialektik telah menumbuh
suburkan ideologi Marxisme/Leninisme/Komunisme dinegara-negara sosialis
komunis. Begitu pula dengan pemikiran Nietzche tentang Ulbetmenshc (superman) dan
Wille zur Macht (kehendak untuk berkuasa) telah mendorong Hiklter untuk
mengembangkan Naiisme yang militeristis. Namun harus dikemukakan pula bahwa ada
aliran-aliran filsafat terutama yang timbul di Barat yang tidak berfungsi
sebagai ideologi dalam suatu negara. Begitu pula juga negara-negara yang tidak
menganut pada suatu ideologi tertentu. hanya unsur-unsur suatu filsafat yang
dikembangkan secara aktif, sistematik dan dilaksanakan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang menjelma menjadi ideologi.
Pancasila
Sebagai Ideology Terbuka. Pancasila sebagai ideologi negara
tidak bersifat tertutup atau kaku, namun bersifat terbuka. Hal ini karena ideologi
pancasila bersifat aktual, dinamis, antsipatif dan senantiasa mampu
menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Keterbukaan ideologi pancasila bukan
mengubah nilai-nilai dasar pancasila namun mengeksplesitkan wawasannya secara
konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang lebih tajam untuk memecahkan
masalah-masalah baru dan aktual. Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan
nilai-nilai yang mendasar yang bersifat tetap dan tidak berubah. Sebagai suatu ideologi
yang bersifat terbuka maka pancasila memiliki dimensi sebagai berikut:
Dimensi idealistis, yaitu
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang bersifat sistematis dan
rasional yang hakikatnya nilai-nilai yang terkandung dalam lima pancasila mampu
memberikan harapan, optimism serta mampu mengubah motivasi yang dicita-citakan.
(wibisono, 1989).
Dimensi normatif, nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan kedalam suatu sistem norma,
sebagaimana terkandung dalam UUD 1945 yang memiliki kedudukan tertinggi dalam
tertib hukum Indonesia (poepowardoyo, 1991).
Dimensi realistis, suatu ideologi
harus mampu mencerminkan relaitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Berdasarkan hakikat ideologi pancasila
yang bersifat terbuka yang memiki tiga dimensi tersebut maka ideologi pancasila
tidak bersifat “utopis” yang hanya
merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kenyataan hidup sehari-hari. Keterbukaan
ideologi juga menyangkut keterbukaan dalam menerima budaya asing, namun
nilai-nilai esensial pancasila bersifat tetap. Demikian maka bangsa Indonesia yang
berideologis pancasila sebagai bangsa yang berbudaya tidak menutup diri dalam
pergaulan budaya dalam bangsa di dunia. Hal ini bukan saja merupakan
kebijaksanaan kultural namun secara filosofs nilai-nilai budaya yang ada pada
bangsa Indonesia sebagai kausa materialis pancasila yang memiliki sifat
terbuka.
Sumber:
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : UGM
Komentar
Posting Komentar