Sejarah Kesultanan Banten
Sejarah
Kesultanan Banten
Banten
pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai,
serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten pada abad ke 5
merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Salah satu prasasti
peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti Cidanghiyang atau
prasasti Lebak, yang ditemukan di kampung lebak di tepi Ci Danghiyang,
Kecamatan Munjul, Pandeglang, Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun
1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa
Sanskerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.
Setelah runtuhnya kerajaan Tarumanagara (menurut beberapa sejarawan
ini akibat serangan kerajaan Sriwijaya), kekuasaan dibagian barat Pulau
Jawa dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali
Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Seperti dinyatakan oleh Tome
Pires, penjelajah Portugispada tahun 1513, Banten menjadi salah satu
pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut,
Banten adalah salah satu pelabuhan kerajaan itu selain pelabuhan Pontang,
Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa, dan Cimanuk.
Kesultanan
Banten adalah sebuah kerajaan islam yang pernah berdiri di Tatar
Pasundan, Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar
tahun 1526, ketika Kesultanan Cirebon dan kesultanan
demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa,
dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai
pangkalan militer serta kawasan perdagangan sebagai antisipasi
terealisasinya perjanjian antara Kerajaan Sunda dan Portugis
tahun 1522 M. Maulana Hasanudin, putera Sunan Gunung Jati berperan dalam
penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin
mengembangkan benteng pertahanan yang dinamakan surosowon (dibangun
1522 m) menjadi kawasan kota pesisir yang kemudian hari menjadi pusat
pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang berdiri sendiri.
Selama
hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan yang
luar biasa, yang diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa telah berdatangan dan
menanamkan pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan dengan kekuatan global
memperebutkan sumber daya maupun perdagangan, serta ketergantungan akan
persenjataan telah melemahkan hegemoni Kesultanan Banten atas wilayahnya.
Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada tahun 1813 setelah
sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan dihancurkan,
dan pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten tidak lebih dari
raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia
Belanda.
Ketika
sudah menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J. De
Barros, Banten merupakan pelabuhan besar di Asia Tenggara, sejajar
dengan Malaka dan Makassar. Kota Banten terletak di pertengahan
pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai tiga mil. Kota itu panjangnya 850
depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa; masuk ke dalam ia lebih
panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, di mana
kapal jenis jung dan gale dapat berlayar masuk. Sepanjang pinggiran kota ada
sebuah anak sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu hanya perahu-perahu
kecil saja yang dapat berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran kota itu ada sebuah
benteng yang dindingnya terbuat dari bata dan lebarnya tujuh telapak tangan.
Bangunan-bangunan pertahanannya terbuat dari kayu, terdiri dari dua tingkat,
dan dipersenjatai dengan senjata yang baik. Di tengah kota terdapat alun-alun
yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ketentaraan dan kesenian rakyat dan
sebagai pasar di pagi hari. Istana raja terletak di bagian selatan alun-alun.
Di sampingnya terdapat bangunan datar yang ditinggikan dan beratap, disebut
Srimanganti, yang digunakan sebagai tempat raja bertatap muka dengan rakyatnya.
Di sebelah barat alun-alun didirikan sebuah mesjid agung.
Pada
awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan penting
dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern
pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonmian
masyarakat. Daerah kekuasaannya mencakup juga wilayah yang sekarang menjadi
provinsi Lampung. Ketika orang Belanda tiba di Banten untuk
pertama kalinya, orang Portugis telah lama masuk ke Banten. Kemudian orang
Inggris mendirikan loji di Banten dan disusul oleh orang Belanda.
Selain
itu, orang-orang Perancis dan Denmark pun pernah datang di Banten. Dalam
persaingan antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul sebagai pemenang. Orang
Portugis melarikan diri dari Banten (1601), setelah armada mereka dihancurkan
oleh armada Belanda di perairan Banten. Orang Inggris pun tersingkirkan dari
Batavia (1619) dan Banten (1684) akibat tindakan orang Belanda.
Pada
1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk
pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau
Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West
Java adalah provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Hindia Belanda yang
diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam
Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438,
dan 1932 No. 507. Banten menjadi salah satu keresidenan dalam Provincie West
Java disamping Batavia, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar