Hubungan filsafat dan sosiologi
Hubungan filsafat dan sosiologi
Sosiologi
yang pernah diperlakukan sebagai filsafat sosial, atau filsafat sejarah, muncul
sebagai ilmu sosial yang mandiri pada abad ke-19. Auguste Comte, seorang
Prancis, secara tradisional dianggap sebagai bapak sosiologi. Comte
terakreditasi dengan coining dari sosiologi istilah (tahun 1839).
"Sosiologi" terdiri dari dua kata: socius, yang berarti pendamping atau asosiasi, dan logos, yang berarti ilmu atau belajar.
Makna etimologis dari "sosiologi" demikian ilmu masyarakat. John
Stuart Mill, seorang pemikir sosial dan filsuf abad ke-19, mengusulkan etologi
kata untuk ini ilmu baru. Herbert Spencer mengembangkan studi sistematis
tentang masyarakat dan mengadopsi kata "sosiologi" dalam karyanya.
Dengan kontribusi dari Spencer dan lain-lain itu (sosiologi) menjadi nama
permanen dari ilmu baru.
Sosiologi
memaknai metode observasi dan berusaha menerangkan sebab-musabab suatu gejala
sosial yang konkrit dari keadaannya yang lebih luas. Maka sosiologi tetap
berada di bidang kejadian yang dapat diobservasi.
·
Fase
pertama dapat dikatakan metode Histori. Dalam fase
ini, dibahas suatu gejala sosial tersendiri bersama dengan elemen-elemen yang
dapat diobservasi. Dalam artian memahami peristiwa masa silam kemudian
menuntaskannya menjadi prinsip-prinsip yang bersifat umum.
·
Fase
kedua berupa pengukuran kejadian-kejadian yang akan
dibahas. Inilah tugas metode statistik itu sendiri.
·
Fase
ketiga atau bisa disebut dengan Metode Komparatif
yakni metode perbandingan.
·
Fase
keempat berupa penafsiran suatu hipotesis.
·
Fase
kelima dapat dikatakan metode Case-Study yang didalamnya
mempelajari gejala yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat berupa pembuktian
kebenaran hipotesa itu sendiri.
Filsafat
sosial menempuh kebalikan jalan observasi sosiologi. Sosiologi bermaksud untuk
mencapai pengetahuan yang selalu bertambah eksak tentang data positif. Filsafat
sosial itu adalah data ontology dari segala sesuatu yang bersifat sosial,
artinya inti sari dari hidup sosial itu dikembalikan ke pokok ada manusia. Filsafat Sosial banyak dirasakan kepentingannya. Hal
ini didasarkan pada perubahan dan kemajuan yang bersama-sama dialami oleh umat
manusia banyak sekali berbagai persoalan yang dimintai perhatian, khususnya
yang menyangkut kehidupan sosial
manusia. Kita dewasa ini mengalami kesadaran ideologis yang kuat. Dalam suasana
umum itu terdapat satu hal yang urgen, yaitu tampilnya kemuka suatu “Grundform” dari
kehidupan manusia, yang disebut sosialitas (Drajarkara, 1962:8).
Untuk
mendapat pengeathuan normative tentang pengaturan tata tertib sosial, filsafat
sosial melalui 2 fase :
·
Fase pertama dibahas hubungan perorangan
dalam kehidupan bersama.
·
Fase kedua mengenai normative yang
konkrit untuk tindakan sosial.
Sifat
dan sikap dasar ini merupakan suatu unsur yang maha penting dalam cita-cita
pembangunan kita, dalam perombakan dan perubahan kita. Sosialitas manusia
merupakan bagian utama objek material kajian silsafat sosial. Di samping itu, persoalan
menyangkut kehidupan sosial yang
perlu mendapatkan penjelasan. Kita berhadapan dengan suatu ironi: di satu pihak
masyarakat kita boleh dikatakan mengalami banyak kemajuan yang sangat pesat di
bidang ilmu dan teknologi, yang memberikan kemudahan bagi kehidupan modern,
tetapi dari lain pihak kita masih menyaksikan adanya jurang antara yang kaya
dan yang miskin, peperangan antara suku atau pun antar negara, perbantahan
sekitar demokrasi, hak asasi manusia, partisipasi politik, moral kehidupan dan
lain sebagainya. Berbagai kemajuan ilmu ternyata tidak bisa menjelaskan
berbagai persoalan ini dan karenanya juga tidak mampu memberikan jalan keluar.
Jadi,
tergambar jelas perbedaan antara Filsafat sosial dan Sosiologi. Walaupun pada
dasarnya objek materiil dari objek penelitian kedua bidang ini sama, yakni
Pengalaman sosial.
Referensi:
Komentar
Posting Komentar