Sikap Ilmiah dalam Filsafat
Sikap Ilmiah dalam Filsafat
Sikap ilmiah merupakan sikap yang
harus dimiliki para ilmuan karena sikap ilmiah ini merupakan suatu sikap yang
diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah. Sikap adalah manifestasi
operasionalisasi jiwa. Berpikir termasuk tingkat kejiwaan manusia yang disebut
kognisi yang terjadinya kerena adanya kesadaran dalam dirinya yang memiliki
kekuatan rohaniah. Oleh karena berpikir itu selalu mengarah dan diarahkan
kepada suatu objek pemikiran, maka sikap ini merupakan penampakan dasar pokok
bagi pemikiran ilmiah. Jadi ilmiah ini dapat dikatakan sebagai manifestasi
operasionalisasi dari seseorang yang memiliki jiwa ilmiah.
Sikap ilmiah akan mempengaruhi suasana keilmiahan suatu
kebenaran. Namun, sikap demikian haruslah disertai dengan pertumbuhan
masyarakata ilmiah pula, sehingga teori-teori baru dapat diterima dan
bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, seorang ilmuan dituntut
untuk memiliki sikap positif dan kecenderungan untuk menerima metode berpikir
sesuai dengan metode keilmuan, yang dapat dimanifestasikan didalam kognisi,
emosi, atau perasaannya, serta di dalam perilakunya. Dengan demikian jiwa ilmiah dapat
diketahui dari sikap ilmiahnya sebagai keseluruhan dan pengejawantahan jiwa ilmiah.
Sikap ilmiah ini antara lain Nampak pada sikap , yaitu:
Objektif. Sikap objektif ini diartikan sebagai
sikap menyisihkan prasangka-prasangka pribadi (personal bias) atau
kecenderungan yang tidak beralasan. dengan kalimat lain, dapat melihat secara
riil apa asanya mengenai kenyataan objek. Karena dalam suatu penyelididikan
yang dipentingkan adalah objeknya, maka pengeruh subjek dalam membuat
deskripsi, analisis dan hipotesis seharusnya dilepaskan jauh-jauh. Walaupun
tidaklah mungkin kita menemukan objektivitas yang absolut sebab ilmu itu
sendiri merupakan banyaknya akan ituk mewarnainya tetapi sikap objektif ini
sekurang-kurangnya , minimal dapat memperkecil pengaruh perasaannya sendiri dan
mempersempit prangka sikap tanpa pamrih. Sebab betapapun kecilnya pamrih yang
tersertakan dalam suatu penijauan tentu dapat memutar balikkan keadaan yang
sebenarnya , bahkan menimbulkan arbitrarisme atau sliptisisme.
Serba relatif. Ilmiah tidak mempunyai maksud
untuk mencari kebenaran mutlak. Ilmu tidak mendasarkan kebenaran ilmiahnya atas
beberapa postulat yang secara apriori dalam ilmu sering digunakan oleh
teori-teori lain. Dan terutama untuk mengugurkan teori-teori sebelumnya yang
sudah diterima.
Skeptis. Adapun yang termasuk sikap skeptis
adalah selalu ragu terhadap pernyataan-pernyataan yang belum cukup kuat dasar
bukti, fakta-fakta maupun persaksian-persaksian autoritas dengan diikuti sikap
untuk dapat menyusun pemikiran-pemikiran baru. Atau sikap ini diatikan juga
sebagai sikap tidak cepat puas dengan jawaban tunggal. Kemudian ditelitinya
lagi guna membanding-bandingkan fenomena-fenomena yang serupa tentang hokum
alam, hipotesis, teori, dugaan, dan atau pendapat pendapat bahkan yang lebih aktual
lagi .
Kesabaran Intelektual. Sikap sanggup menahan diri dan
kuat untuk tidak menyerah kepada tekanan-tekanan maupun intimidasi agar kita
menyatakan suatu pendirian ilmiah karena agar kita menyatakan suatu pendirian
ilmiah karena memang belum tuntas dan belum cukup lengkap hasil penelitian kita
tentang sesuatu objek kajian ilmiah adalah sikap utama ahli ilmu.
Kesederhanaan. Sebagai sikap ilmiah, maka
kesederhanaan adalah sikap yang ditampilkan dalam cara berpikir, mengemukakan
pendapat dan cara pembuktian. Sikap sederhana adalah sikap tengah-tengah antara
kesombongan intelektual dan stagnasi atau antara superioritas. Termasuk sikap
sederhana adalah sikap terbuka bagi semua kritikan, berjiwa dan lapang dada,
tidak emotif atau egosentris, rendah hati dan tidak fanatik buta, tetapi penuh
toleransi terhadap hal-hal yang diketahuinya maupun yang belum diketahuinya.
Tidak Memihak pada Etik. Sikap tidak memihak pada etik
dalam mempelajari ilmu maupun dalam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,
artinya bahwa ilmu itu tidak mempunyai tujuan untuk pada akhirnya membuat
penilaian baik-buruk, karena hal itu adalah menjadi wewenang ilmu akhlak
(Etika) yang menyangkut cara bertingkah laku. Tetapi ilmu memiliki tugas untuk
mengumukakan apa yang betul (true) dan apa yang keliru (false)
secara relative.
Menjangkau Masa Depan. Orang yang bersikap ilmoah itu
mempunyai wawasan yang luas dan pandangan jauh ke depan (perspektif) serta
berorientasi kepada tugasnya. Perkembangan teknologi dan pesatnya kebudayaan
pada umumnya menarik perhatian para ilmuan dan karenanya ia berpandangan jauh
ke masa depan. Sikap ini mendorong dirinya untuk selalu bersikap penasaran
dalam mencari kebenaran (true) dan
tidak puas dengan apa yangt ada padanya, juga tidak lekas berputus asa atau
tidak kenal frustasi. Dia senantiasa membuat hipotesis–hipotesis,
analisis-analisis, atau ramalan-ramalan ilmuah, tentang kemungkinan-kemungkinan
itu bukan tentang kemutlakan-kemutlakan.
Menurut
Prof. Harsojo mengemukakan 6 sikap ilmiah, yang harus dimiliki ilmuwan:
1.
Objektifitas,
dalam peninjauan yang penting adalah objeknya,
2.
Sikap
serb relatif, ilmu tidak bermaksud mencari kebenaran mutlak, karena teori-teori
dalam ilmu sering mematahkan teori-teori lain,
3.
Sikap
skeptis, adalah sikap untuk selalu ragu-ragu terhadap segala bentuk pernyataan
yang belum kuat pembuktiannya,
4.
Kesabaran
intelektual. Sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak menyerah pada tekanan
agar dinyatakan suatu pendirian ilmiah,
5.
Kesederhanaan
adalah sikap cara berpikir, menyatakan dan membuktikan, dan terakhir
6.
Sikap
tidak memihak pada etik.
Hakikat ilmu tidak berhubungan
dengan title profesi atau pangkat kedudukan tertentu. Hakikat keilmuan ditentukan
oleh cara berpikir seseorang yang dilakukan menurut persyaratan-persyaratan
keilmuan, namun demikian perlu diketahui bahwa ilmu pengetahuan hanya cukup
mempelajari gejala alam semesta ini, tata aturan dan hukum-hukumnya, tanpa
perlu mendari asal dan sebab musabab wujudnya dan dipandang sebagai suatu
latihan dalam mencari menyusun, meresapkan dan menghayati nilai-nilai dasar
yang bersifat nisbi (relatif) dan sementara (tentatif).
Jadi filsafat ilmu tidak bermaksud
memutlakkan ilmu, tetapi mengkaji secara mendalam hakikat ilmu pengetahuan atau
sains. dalam konteks ini, untuk mengetahui hakikat cara memperoleh pengetahuan
perlu mendalami kajian epistemologi ilmu. Dalam hal ini epistemologi merupakan
bagian dari spectrum kajian filsafat ilmu yang banyak mendapat perhatian para
ilmuwan, karena berkenaan dengan hakikat sumber dan cara memperoleh sains.
Referensi:
Syafitri, Wahidsyafitri. 2013. Etika dan sikap ilmiah dalam filsafat. Diperoleh dari http://wahidasyafitri.blogspot.co.id
Khila, Tejara, Hanifa.
2013. Peran dan macam sikap ilmiah dalam filsafat.
Diperoleh dari https://hanifahtejarakhila.wordpress.com
Komentar
Posting Komentar