Pemikiran Agus Comte
Pemikiran
Agus Comte
August Comte atau juga Auguste Comte (Nama
panjang: Isidore Marie Auguste François Xavier Comte; lahir
di Montpellier, Perancis, 17 Januari 1798 – meninggal
di Paris, Perancis, 5 September 1857 pada umur 59
tahun) adalah seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai
"Bapak Sosiologi". Dia dikenal sebagai orang pertama yang
mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial.
Pemikiran-Pemikiran
August Comte
Pada
abad ke 19, Prancis mengalami perubahan sosial yang signifikan setelah pecahnya
revolusi Prancis. Comte mengemukakan kekhawatirannya terhadap gejala sosial
yang terjadi. Perubahan mendasar dari revolusi Prancis adalah munculnya
demokrasi di Prancis, namun selain perubahan positif ini revolusi juga
mendatangkan konflik antar kelas di dalam masyarakat. Di latarbelakangi
peristiwa inilah ia membayangkan suatu ilmu yang berdiri sendiri dan penelitian
tersebut harus berdasarkan pada metode – metode ilmiah. Saat itu Comte
membayangkan suatu penemuan hukum – hukum fisik yang dapat mengatur gejala –
gejala sosial. Comte kemudian menamakan ilmu ini sosiologi. Dalam pemikirannya
Comte lebih memusatkan perhatiannya pada tingkat kultural kenyataan sosial, ia
percaya bahwa pola pikir suatu masyarakat sejalan dengan tingkat
intelektualnya. Comte memahami bahwa begitu intelektualkita bertambah,maka
masyarakat itu akan maju.
Comte
bukan hanya melakukan penelitian-penelitian atas penjelasan-penjelasan yang
perlu dirombak karena tidak sesuai dengan kaidah keilmiahan Comte tetapi
layaknya filsuf lainnya, Comte selalu melakukan kontemplasi juga guna
mendapatkan argumentasi-argumentasi yang menurutnya ilmiah. Dan, dari sini
Comte mulai mengeluarkan agitasinya tentang ilmu pengetahuan positif pada saat
berdiskusi dengan kaum intelektual lainnya sekaligus
Asumsi-asumsi
ilmu pengetahuan positiv itu sendiri, antara lain: Pertama, ilmu pengetahuan
harus bersifat obyektif (bebas nilai dan netral) seorang ilmuwan tidak boleh
dipengaruhi oleh emosionalitasnya dalam melakukan observasi terhadap obyek yang
sedang diteliti. Kedua, ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang
berulang kali. Ketiga, ilmu pengetahuan menyoroti tentang fenomena atau
kejadian alam dari mutualisma simbiosis dan antar relasinya dengan fenomena
yang lain.
Bentangan
aktualisasi dari pemikiran Comte, adalah dikeluarkannya pemikirannya mengenai
“hukum tiga tahap” atau dikenal juga dengan “hukum tiga stadia”. Hukum tiga
tahap ini menceritakan perihal sejarah manusia dan pemikirannya sebagai analisa
dari observasi-observasi yang dilakukan oleh Comte.
Versi
Comte tentang perkembangan manusia dan pemikirannya, berawal pada tahapan
teologis dimana studi kasusnya pada masyarakat primitif yang masih
hidupnya menjadi obyek bagi alam, belum memiliki hasrat atau mental untuk
menguasai (pengelola) alam atau dapat dikatakan belum menjadi subyek. Fetitisme
dan animisme merupakan keyakinan awal yang membentuk pola pikir manusia lalu
beranjak kepada politeisme, manusia menganggap ada roh-roh dalam setiap benda
pengatur kehidupan dan dewa-dewa yang mengatur kehendak manusia dalam tiap
aktivitasnya dikeseharian. Contoh yang lebih konkritnya, yaitu dewa Thor saat
membenturkan godamnyalah yang membuat guntur terlihat atau dewi Sri adalah dewi
kesuburan yang menetap ditiap sawah. Beralih pada pemikiran selanjutnya, yaitu
tahap metafisika atau nama lainnya tahap transisi dari buah pikir Comte karena
tahapan ini menurut Comte hanya modifikasi dari tahapan sebelumnya.
Penekanannya pada tahap ini, yaitu monoteisme
yang dapat menerangkan gejala-gejala alam dengan jawaban-jawaban yang
spekulatif, bukan dari analisa empirik. Tahap positiv, adalah tahapan
yang terakhir dari pemikiran manusia dan perkembangannya, pada tahap ini gejala
alam diterangkan oleh akal budi berdasarkan hukum-hukumnya yang dapat ditinjau,
diuji dan dibuktikan atas cara empiris. Penerangan ini menghasilkan pengetahuan
yang instrumental, contohnya, adalah bilamana kita memperhatikan kuburan
manusia yang sudah mati pada malam hari selalu mengeluarkan asap (kabut), dan
ini karena adanya perpaduan antara hawa dingin malam hari dengan nitrogen dari
kandungan tanah dan serangga yang melakukan aktivitas kimiawi menguraikan
sulfur pada tulang belulang manusia, akhirnya menghasilkan panas lalu
mengeluarkan asap.
Auguste
Comte adalah, manusia yang berjalan di tengah-tengah antara ideologi yang
berkembang (progressive vs konservatif), berada pada ruang abu-abu
(keilmiahan ilmu pengetahuan). Comte memberikan sumbangsih cukup besar untuk
manusia walaupun, ilmu pengetahuan yang dibangun merupakan ide generatif dan
ide produktifnya. Comte turut mengembangkan kebudayaan dan menuliskan : “Sebagai
anak kita menjadi seorang teolog, sebagai remaja kita menjadi ahli metafisika
dan sebagai manusia dewasa kita menjadi ahli ilmu alam”.
Referensi:
Johnson,
Doyle Paul. 1989. Sosiologi klasik dan modern diterjemahkan oleh Robert M,Z,
Lawang. Jakarta : Gramedia.
Maryati
kun, dkk. 2004. Sosiologi. Jakarta : Esis
Komentar
Posting Komentar