Pemikiran Etika Hegal
Pemikiran Etika Hegal
Georg
Wilhelm Friedrich Hegel Lahir 27 Agustus 1770-meninggal 14 November 1831
meninggal pada umur 61 tahun. Hegal adalah
seorang filsuf idealis Jerman yang lahir di Stuttgart Wurtembreg, kini di Jerman
Barat Daya. Pengaruhnya sangat luas terhadap para penulis
dari berbagai posisi termasuk para pengagumnya F. H. Bradely, Sartre, Hans
Kung, Burno Buer, Max Stirner, Karl Marx, dan mereka yang menentangnya Kierkegaard,
Schopenhaur, Nietzche, Heidegger, Schelling. Dapat dikatakan bahwa dialah yang
pertama kali memperkenalkan dalam filsafat, gagasan bahwa sejarah dan hal yang
konkret adalah penting untuk bisa keluar dari lingkaran Philosophia Perennis, yakni, masalah-masalah abadi dalam filsafat.
Ia juga menekankan pentingnya yang Lain dalam proses pencapaian kesadaran diri.
Pemikiran
etika Hegel dipengaruhi pula oleh pemikiran dari etika Aristoteles dan etika Imannuel
Kant. Menurut Aristoteles, hidup etis
terlaksana dalam partisipasi dalam kehidupan polis (negara kota). Jadi
berpolitik, dalam arti partisipasi, dan beretika adalah sama. Sedangkan menurut
Imannuel Kant membedakan secara tajam antara hukum (legalitas) dan moralitas. Hukum adalah tatanan normatif
lahiriah masyarakat. Lahiriah yang dimaksud adalah ketaatan yang dituntut dalam
pelaksanaan lahiriah. Maka dari itu, motivasi batin tidak termasuk. Legalitas,
kekuatan lahiriah terhadap sebuah hukum, peraturan dan perundangan, belum
berkualitas moral. Moralitas adalah sikap yang berkualitas moral. Moralitas
adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum. Hukum sendiri telah
tertulis dalam diri dan hati manusia. Moralitas itu diyakini dari dalam hati.
Moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang disadari dalam hati sebagai
kewajiban mutlak. Kewajiban yang didasari oleh kesadaran diri. Dengan pembagian
tersebut, Kant mengakhiri percampuran pandangan mengenai moralitas. Pembagian
ini kemudian menjelaskan secara teoretis mengapa dapat terjadi seseorang
melanggar hukum, justru karena ia orang bermoral dan bukan karena orang itu
orang yang tidak bermoral.
Menurut Hegel, konsep Kant ini masih
abstrak karena tidak memperhatikan bahwa manusia dengan otonomi suara hatinya. Jadi
suara hati tersebut selalu bergerak dalam ruang-ruang yang ditentukan oleh
struktur sosial yang mewadahi tuntutan moral. Hegel pun mengatasi keabstrakan
Kant dan sekaligus menempatkan legitimasi struktur sosial di tingkat yang lebih
tinggi. Hal itu dilakukan melalui sebuah pengertian baru, Sittlichkeit,
yang dipahami sebagai tatanan sosial moral yang terwujud dalam lembaga-lembaga
kehidupan bermasyarakat. Maka jadilah konsep filsafat Hegel menjadi tiga unsur,
yaitu hukum, moralitas, dan sittlichkeit.
Inti
filsafat sejarah Hegel adalah gerak perkembangan ke arah kebebasan yang semakin
besar. Kebebasan manusia bukan sekadar sikap otonomi batin, melainkan merupakan
hakikat seluruh kerangka sosial di dalamnya manusia merealisasikan diri. Ini
berarti bahwa kebebasan harus terungkap dalam tiga lembaga yang satu sama lain
berhubungan secara dialektis, yaitu hukum, moralitas individu, dan tatanan
sosial-moral (sittlichkeit). Tiga lembaga ini merupakan tiga tahap
pengembangan gagasan kehendak yang pada dirinya sendiri dan bagi dirinya
sendiri bebas.
Maka dari itu,muncullah seperti
Revolusi Perancis. Revolusi ini mau menunjukan bahwa negara harus mengakui
kebebasan setiap orang untuk mengikuti suara hari, di lain pihak struktur
kenegaraan, hukum, harus sedemikian rupa menjadi wadah kebebasan bagi warganya.
Muncullah pemikiran bahwa negara sendiri merupakan sarana paksaan dan
penertiban terhadap masyarakat. Dan dengan struktur sosial tentang hak asasi
manusia, negara menjadi ekspresi dan penjamin otonomi pada warganya. Revolusi
adalah ungkapan kemerdekaan individu. Negara yang berdasarkan konstitusi yang
menjamin kebebasan dan martabat manusia adalah tatanan di mana manusia tidak
merasa dikekang, melainkan justru ditunjang dalam kebebasannya. Jadi bagi
Hegel juga kebebasan manusia bukan sekedar sikap otonomi batin, melainkan hakikat
seluruh kerangka sosial di dalamnya manusia merealisasikan diri.
Hukum adalah eksistensi yang diambil
kebebasan secara langsung. Contoh utama hukum adalah hak milik pribadi. Dalam
hak milik pribadi terdapat kebebasan. Kebebasan yang mempunyai eksistensi
bentuk keharusan hukum. Hukum merupakan pengakuan terhadap kebebasan. Hukum
adalah hal yang semata-mata formal dan memiliki ketentuan yang terungkap dalam
rupa-rupa negatif berupa langgaran. Kebebasan mendapat pengakuan dalam hukum,
namun tidak dapat berhenti padanya. Untuk mencapai kebebasan, manusia harus
menegasi hukum dan harus mengembangkan moralitas.
Moralitas
adalah negasi dialektik hukum. Subjek yang bermoral tidak tunduk kepada hukum
yang dipasang dari luar, melainkan kepada hukum yang disadari dalam hati. Dalam
moralitas manusia bebas dari heteronomi, menjadi otonomi. Moralitas
adalah lingkaran kehendak subjektif yang mempertahankan diri secara otonom
berhadapan dengan dunia luar. Maka kebebasan sekarang tidak lagi terikat pada
benda, hak milik, melainkan hanya dapat menjadi nyata dalam kehendak sebagai
kehendak subjektif.
Hegel menulis bahwa moralitas adalah
kehendak subjektif yang mempertahankan diri secara otonom berhadapan dengan
dunia luar. Nilai manusia ditentukan berdasarkan tindakannya yang
batiniah dan dengan demikian titik tilak moral merupakan kebebasan yang
memahami dirinya sendiri. Keyakinan terhadap sesuatu yang baik dan pengalaman
itu adalah suara hati.
Menurut Hegel, moralitas pun masih
merupakan sikap yang abstrak. Karena moralitas tinggal dalam kebatinan murni
yang tidak mengacu pada struktur objektif dunia sosial lahir. Kewajiban manusia
tidak dapat disimpulkan dari universalisme kewajiban moral. Suara hati pun
masih memerlukan orientasi. Suara hati hanya memerintahkan melakukan yang
benar. Menurut Hegel, yang benar adalah yang rasional dan yang rasional itu
digariskan melalui struktur realitas sosial. Realitas sosial inilah yang
bernama sittlichkeit.
Ada tiga lingkup hidup manusia: keluarga, masyarakat luas, dan negara. Menurut
Hegel pada umumnya manusia akan bertindak secara moral bila ia mengambil
orientasi dari nrma kehidupan keluarga, masyarakat, dan negara.
konsep yang diberikan oleh Hegel
berbicara tentang meskpun individu bertindak sesuai dengan struktur, individu
tetap merealisasikan kebebasannya sendiri. Sistem hukum yang dijamin oleh negara
ialah kerajaan kebebasan yang terealisasi. Hegel menyebut sittlichkeit adalah
paham kebebasan yang telah menjadi dunia nyata dan kodrat kesadaran
diri. Sittlichkeit adalah bidang di mana kehendak khusus
menyatu dengan kehendak umum. Kehendak subjektiflah yang tidak dapat diatur
negara. Apa yang diyakini, dipikirkan, dan dipercayai maupun tidak dipercayai
seseorang merupakan di luar wewenang negara dan lembaga-lembaga masyarakat,
termasuk keluarga dan lembaga agama. Hegel tetap mempertahankan paham moralitas
Kant sebagai ketaatan otonom terhadap kewajiban sebagaimana disadari langsung
dalam hati.
Referensi:
Diringkas dari Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis,
Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 104-116. Diperoleh dari https://asepsopyan.com
Penulis. 2013. Hegal tentang moralitas dan struktur sosial. Diperoleh
dari https://pendhopokalyana.wordpress.com
Komentar
Posting Komentar