Tafsir Al-Qurthubi

Tafsir Al-Qurthubi


Al-Qurthubi atau Qurtubi adalah seorang Imam, Ahli hadits, Alim dan seorang mufassir (penafsir) Al-Qur'an yang terkenal. Nama lengkapnya adalah "Abu 'Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr Al-Anshari al-Qurthubi" (Arab: أبو عبدالله القرطبي). Dia berasal dari Qurthub (Cordoba, Spanyol) dan mengikuti mahzab fiqih Maliki. Dia sangat terkenal melalui karyanya sebuah Kitab Tafsir Al-Qur'an, yang dikenal sebagai Tafsir Al-Qurthubi. Imam Qurthubi meninggal dunia dan dimakamkan di Mesir, pada Senin, 09 Syawal tahun 671 H.
Kitab ini bernama al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, terdiri dari 11 jilid bersama fihrisnya, dan terdiri dari 20 juz karena disetiap jilidnya terdiri 2 juz, dikarang oleh Abu Abdillah Muhammad Ibn Ahmad Ibn al-Farid al-Anshari al-Hazraji al-Andalusi.  Bairut: Dar al-Fikr, 1414 H/1993 M. 
Untuk lebih jelasnya pembahasan pada setiap jilid kitab tersebut akan di uraikan sebagai berikut: 
1.      Jilid I
 Juz I : Menafsirkan surah al-Fatihah dan al-Baqarah
 Juz 2 : Menafsirkan surah al-Baqarah
2.      Jilid II
 Juz 3 : Menafsirkan surah al-Baqarah
 Juz 4 : Menafsrikan surah Ali Imran
3.      Jilid III
  Juz 5: Menafsirkan surah al-Nisa’
  Juz 6 : Menafsirkan surah al-Maidah dan al-An’am
4.      Jilid IV
 Juz 7 : Menafsirkan surah al-An’am, al-A’raf, dan al-Anfal
 Juz 8 : Menafsirkan surah al-Taubah dan Yunus
5.      Jilid V
 Juz 9 : Menafsirkan surah Hud, Yusuf, al-Ra’du, dan Ibrahim
 Juz 10: Menafsirkan surah al-Hijr, An-Nahl, al-Isra’ dan al-Kahf
6.      Jilid VI
 Juz 11: Menafsirkan surah Maryam, Taha, al-Anbiya’
 Juz 12: Menafsirkan surah al-Hajj, al-Mu’minun dan al-Nur
7.      Jilid VII
 Juz 13: Menafsirkan surah al-Furqan, al-Syua’ra’, al-Naml, al- Qashash, dan al-Ankabut
Juz 14: Menafsirkan surah al-Rum, Luqman, Sajadah, al-Ahzab,    Saba’ dan  Fathir.
8.      Jilid VIII
 Juz 15: Menafsirkan surah Yasin, al-Shaafat, Shad, al-Zumar, Ghafir dan al-Fusshilat 
 Juz16:Menafsirkan surah  al-Syura’, al-Zukhruf, al-Dukhan, al-Jatsiyah, al-Ahqaf, Muhammad, al-Fath dan al-Hujurat.
9.      Jilid IX
Juz 17: Menafsirkan surah Qaf, al-Zariyat, al-Thur, al-Najm, al-Qamar, al-Rahman, al-Waqiah, al-Hadid, al-Mujadalah  
Juz 18 : Menafsirkan surah  al-Hasyr, al-Muntahanah, al-Shaff, al-Jum’ah, al-Munafiqun, al-Taghabun, al-Thalaq, al-Tahrim, al-Mulk, Nun, al-Haqqah, al-Maarij, Nuh.
10.   Jilid X
 Juz 19: Menafsirkan surah al-Jiin, al-Muzammil, al-Muddatsir, al-Qiyamah, al-Insan, al-Mursalat, al-Naba’, al-Naziat, Abasa’, al-Takwir, al-Infithar, al-Muthaffifin, al-Insyiqaq dan al-Buruj.  
 Juz 20: Menafsirkan surah  al-Thariq, al-A’la’, al-Ghasyiyah, al-Fajr, al-balad, al-Syams, al-Layl, al-Dhuha, Alam nasyrah, al-Tiin, al-Alaq, al-Qadr, al-bayyinah, al-Zalzalah, al-Adiyat, al-Qariah, al-Takatsur, al-Ashr, al-Humazah, al-Fil, al-Qurays, al-Maun, al-Kautsar, al-Kafirun, al-Nashr, al-Masad, al-Ikhlas, al-Falaq dan al-Nas.
Dikalangan ahli tafsir memandang bahwa tafsir al-jami’ Li Ahkam al-Qur’an atau sering juga disebut dengan tafsir al-Qurthubi, termasuk tafsir pilihan dan paling besar mamfaatnya karena pengarangnya telah menemukan metode yang luas dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
Beliau tidak hanya mencantumkan kisah-kisah dan sejarah dan memusatkan perhatian pada tafsir ayat-ayat hukum semata, akan tetapi beliau menguraikan panjang lebar dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, mengemukakan qira’ah dan kadang-kadang menghubunkannya dengan yang punya qira’ah, beliau juga mengurai masalah linguistik. Secara singkat bisa kita simak metode penafsirannya dengan penjabaran berikut:
1.         Pendekatan
Yang dimaksud dengan metode pendekatan adalah pola pikir (al-ittijah al-Fikr) yang digunakan untuk membahas suatu masalah. Al-Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya juga menggunakan beberapa pendekatan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an  seperti:
a)      Pendekatan Syar’i (fiqhi)
Pendekatan ini berusaha mengkaji al-Qur’an dengan mengeluarkan hukum-hukum Islam produk istimbat yang diyakini, hukum tersebut secara bertahap digali hingga sampailah pada era perhatian terhadap produk istimbat.
“orang yang makan dan minum disaat berpuasa karena lupa” lalu memberikan  tarjih  seperti pada  perkataannya. 
قلت وهو الصحيح, وبه قال الجمهور ان من أكل أو شرب ناسيا فلا قضاء عليه وان صومه تام لحديث أبي هريرة قال: قال رسول الله صلي الله عليه وسلم اذا أكل الصائم ناسيا أو شرب ناسيا فانما هو رزق ساقه الله تعالي اليه ولا قضاء اليه

b)      Pendekatan Linguistik
Pendekatan linguistik adalah pendekatan yang lebih cenderung mengandalkan kebahasaan, dalam pendekatan ini di tekankan pentingnya bahasa dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, pendekatan ini sangat banyak digunakan oleh beliau dalam memberikan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an seperti ketika menafsirkan ayat berikut:
اهدنا الصراط المستقيم (الفاتحة : 6)--- اهدنا دعاء ورغبة من المربوب الي الرب, والمعني : دلنا علي الصراط المستقيم وأرشدنااليه ,وارنا طريق هدايتك الموصلة الي انسك وقربك .الصراط المستقيم هو دين الله الذي لايقبل  من العباد غيره وقال عاصم الأحول عن أبي العالية (الصراط المستقيم) رسول الله وصاحباه ومن بعده .                                                                      
2.           Sumber Data
Dalam tafsir al-Qurthubi terlihat jelas pengarang kitab ini juga menggunakan ra’yu dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an seperti ketika beliau memberikan defenisi pada kalimat Qulubuhum Maradh pada ayat berikut:  
في قلوبهم مرض فزادهم الله مرضا ... (البقرة : 10) والمرض : عبارة مستعارة للفساد الذي في عقائدهم وذلك اما أن يكون شكاونفاقا واما جهدا وتكذيبا والمعني قلوبهم مرض لخلوها عن العصمة والتوفيق والرعاية والتأييد.                    
Disamping penggunaan ra’yu beliau juga tidak terlepas dari penggunaan ma’tsur dalam memberikan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an seperti ketika beliau menafsirkan surah al-fatihah , sebelum memulai penafsirannya beliau lebih awal mengemukakan fadhilah dan nama surah al-fatihah dengan mengutip beberapa hadis Nabi saw seperti:
 روي الترمذي عن أبي بن كعب قال: قال رسول الله صلي الله عليه وسلم ما أنزل في التوراة ولا في الانجيل مثل أم القرأن وهي مقسومة بيني وبين عبدي ولعبدي ماسأل                                                                 . وقوله (الحمد لله)روي أبو محمد عبد الغني بن سعيد الحافظ من حديث أبي هريرة وأبي سعيد الخدري عن النبي قال اذاقال العبد الحمد لله قال صدق عبدي الحمد لي                                                                                    
3.          Tehnik Interpretasi
a)                                               a. Interpretasi  Sosio-Historis
Interpretasi ini menekankan  pentingnya memahami kondisi aktual ketika al-Qur’an diturunkan (al-Azbab al-Nuzul), hal ini berpijak bahwa pada suatu landasan factual bahwa terdapat ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan berkaitan dengan peristiwa-peristiwa atau kasus-kasus tertentu sebagai contoh di sini dapat dikemukakan tentang penginterpretasian kata al-Tahlukah pada ayat berikut: 
وانفقوا في سبيل الله ولاتلقوا بأيديكم الي التهلكة... (البقرة :195)
            Menjelang turunnya ayat diatas ada suatu kasus di mana seorang sahabat membagi-bagi harta perbekalan perangnya  kepada sahabat lainnya hingga habis, dengan demikian maka yang dimaksud dengan al-Tahlukah dalam ayat ini adalah membiarkan diri terpuruk dalam kesengsaraan dan kelaparan. 
b.  Interpretasi  Kultural
Untuk dapat memahami al-Qur’an dengan baik harus memampaatkan konsep pengetahuan yang mapan, penggunaan pengetahuan inilah yang disebut dengan tehnik interpretasi cultural, penggunaan tehnik ini beracu pada asumsi bahwa pengetahuan yang benar tidak bertentangan dengan al-Qur’an tapi justru dimaksudkan mendukung kebenaran al-Qur’an.
 Penafsiran al-Qur’an melalui tehnik ini sesungguhnya dapat ditemukan dalam tradisi akademik para sahabat sebagaimana yang dijelaskan al-Qurthubi dalam tafsirnya ketika menafsirkan ayat berikut:
ولاتقتلوا أنفسكم ان الله كان بكم رحيما(النساء :29)            ...
Menurut riwayat yang ditakhrij Abu Daud, Amru bin Ash perna berdalil dengan ayat ini ketika ia berpendapat tidak wajib mandi junub dengan air yang sangat dingin karena takut membahayakan kehidupan, peristiwa ini terjadi pada perang Zat al-Salasil dan ini pun ditaqrirkan oleh rasulullah ketika beliau mendengar laporan kejadian itu, beliau hanya tersenyum sepatah kata pun tidak memberikan komentarnya.
c.  Interpretasi  linguistik
Pada tekhnik ini, ayat al-Qur’an ditafsirkan dengan menggunakan kaedah-kaedah bahasa baik dari segi etimologis, leksikal, maupun gramatikal. Penggunaan tehnik ini berdasar bahwasanya al-Qur’an diturunkan dalam berbahasa arab sebagaimana yang dipaparkan dalam al-Qur’an surah al-Ra’du ayat 37.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya juga banyak menggunakan tehnik ini sebagai salah satu langkah dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, seperti ketika beliau menafsirkan ayat berikut: 
الذين يؤمنون باا لغيب ويقيمون الصلوة وممارزقنهم ينفقون (البقرة : 3) قوله (الذين) في موضع خفض نعت للمتقين ويجوز الرفع علي القطع أي هم الذين, ويجوز النصب علي المدح .وقوله (يؤمنون) يصدقون, والايمان في اللغة التصديق وقوله (باالغيب ) الغيب في كلام العرب : كل ما غاب عنك .وقوله (ويقيمون الصلاة)معطوف جملة علي جملة, واقامة الصلاة أداؤها بأركانها وسننها وهيئتها في او قاتها ...                                                  

4.         Analisis
Al-Qurthubi dalam tafsirnya, menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara membagi-bagi ayat al-Qur’an kepada beberapa bagian dalam satu surah misalnya beliau menafsirkan ayat per ayat kemudian dalam satu ayat itu dipaparkan asbab al-Nuzulnya kalau ada, kemudian  memenggal ayat tersebut menjadi beberapa kata lalu menjelaskan kosa katanya, juga aspek qiraat dan nahwunya barulah beliau mengunkap sejumlah pendapat ulama yang terkait terutama yang berbicara hukum lalu  beliau memberikan tarjih sebagai hasil ijtihadnya.
5.          Penyajian
Metode penyajian yang digunakan beliau dalam kitabnya adalah dengan memilah-milah beberapa ayat al-Qur’an misalnya dalam satu surah ayatnya dibagi menjadi beberapa bagian, kemudian dalam satu ayat dipenggal menjadi beberapa kata, dan setelah itu barulah beliau memberikan pembahasan secara rinci dengan memberikan penjabaran kosa kata, aspek gramatikal, aspek qira’ah, menyebutkan asbab al-Nuzul, menyebutkan berbagai pendapat ulama yang terkait tertutama ketika membahas ayat-ayat hukum serta beliau tak lupa mentarjih dari pendapat-pendapat tersebut.       
6.         Penulisan
 Metode penulisan yang digunakan oleh al-Qurthubi dalam  kitab tafsirnya adalah metode tahlili dimana beliau telah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara keseluruhan dari awal hingga akhir berdasarkan susunan mushaf, Ia menjelaskan ayat demi ayat, surah demi surah dengan menjelaskan makna mufradatnya serta beberapa kandungan lainnya.
Kitab tafsir ini menafsirkan semua ayat-ayat Al Qur'an, bedanya dengan kitab-kitab tafsir lain, dalam kitab ini kita akan melihat bahwa tafsir yang beliau gunakan yakni  memuat hukum-hukum yang terdapat dalam al Qur’an, yang didasarkan pada kajian fiqih dengan pembahasan yang lebih luas yang menyatukan hadits dengan masalah-masalah ibadah, hukum, dan linguistic. Tidak hanya sampai disana, hadits-hadits yang digunakannya yang ada dalam tafsirnya itu sudah ditakhrij dan disandarkan langsung kepada orang yang meriwayatkannya. Selain itu perhatiannya terhadap aspek qiroat, irob, masalah-masalah yang berkaitan dengan nasikh Mansukh juga sangat diperhatikan. Dan lebih dari itu kitab tafsir ini tidak memuat kisah-kisah Israiliyat.
SUMBER:
Al-Dzahabi, Muhammad Husain, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Jilid II, Cet II; Kairo: Maktabah al-Wahbah, 1424 H/2003 M.
Ali, Mahmud Nuqrasyi al-Sayyid al-Tafsir wa Rijaluh Baina al-Haqiqah wa al-Ifthira’ Cet I; kairo: Dar al-Fikr al-Islamy, 1422 H/2001 M.
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Mabahis Fi Ulum al-Qur’an diterjemahkan oleh Muzdzakir As, dengan judul Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an Cet. III; Jakarta: PT. Pustaka Antar Nusa, 1996.
Al-Qurthubi, Abi Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al-Anshari’, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, Jilid I, II dan III,  t. Cet. Bairut: Dar al-Fikr, 1414 H/1993 M.
Effendy, Mochtar Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Jilid V , Cet I; Universitas Sriwijaya, 2001.
Quthan, Manna’ul, Mabahis Fi Ulum al-Qur’an, diterjemahkan oleh Halimuddin, dengan judul Pembahasan Ilmu al-Qur’an Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995.
Salim, Abd Muin, Metodologi Ilmu Tafsir Sebuah Rekontruksi Epistimologis Memantapkan Keberadaan Ilmu Tafsir Sebagi Disiplin Ilmu (Orasi pengukuhan  Guru Besar IAIN Alauddin, 1999)
Suryadilaga, M. Alfatih, Metodologi Ilmu Tafsir  Cet I; Yogyakarta: Teras, 2005.
Syurbasyi, Ahmad Qishhatul Tafsir, diterjemahkan oleh Zufran Rahman, dengan judul Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an al-karim Cet I; Jakarta: Kalam Mulia, 1999. Diperoleh dari http://www.kumpulanmakalah.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemikiran Richard L. Lanigan

Fungsi Batin Terhadap Pembentukan Kepribadain

Pertanyaan Filsafat Imanuel Kant