Pertanyaan Filsafat Imanuel Kant

Pertanyaan Filsafat Imanuel Kant

Disusun oleh:
Nama: Siti Mariyam
Nim: 2227150066
Kelas: 3 B (PGSD)

Filsafat menjadi landasan bagi setiap perkembangan keilmuan. Jadi, tak heran apabila dijuluki sebagai The Mother of Science. Apapun jenis ilmu yang kita pelajari, tak luput dengan filsafat didalamnya. Karena, dengan adanya filsafat kita akan mampu untuk membuka cakrawala atau ide-ide, serta menguak hakikatnya, hingga mengkaji nilai dan gunanya.
Dalam dunia pendidikan, filsafat sangatlah penting. Karena, kita akan mampu untuk berfikir lebih rasional. Filsafat pendidikan itu sendiri dapat didefinisikan “ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan masalah pendidikan”. Dalam upaya pemecahan masalah pendidikan perlu diketahui, bahwa terdapat beberapa pendekatan filsafat pendidikan. Yaitu, filsafat pendidikan dapat didekati dari problem–problem pendidikan yang bersifat filosofi yang memerlukan jawaban yang filosofi pula. Kedua, filsafat pendidikan dapat pula didekati dari ide–ide filosofi yang diterapkan untuk memecahkan masalah. Didalam filsafat muncul pertanyaan-pertanyaan seperti yang ditanyakan Imanuel Kant.
Pemikiran Kritisisme Immanuel Kant Filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat yang diintrodusir oleh Immanuel kant. Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Perkembangan ilmu Immanuel Kant mencoba untuk menjebatani pandangan Rasionalisme dan Empirisisme, teori dalam aliran filsafat Kritisisme adalah sebuah teori pengetahuan yang berusaha untuk mempersatukan kedua macam unsur dari filsafat Rasionalisme dan disini kekuatan kritis filsafat sangatlah penting, karena ia bisa menghindari kemungkinan ilmu pengetahuan menjadi sebuah dogma.
Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda dengan corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan ini muncul karena adanya pertanyaan-pertanyaan mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant.
Pertama. Pertanyaan apa yang dapat kita harapkan, yang jawabanya metafisika atau harapan  menurut Imanuel Kant adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta? Cabang utama metafisika adalah ontology,  studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya.
Tokoh filsuf empirisme David Hume menghancurkan segala kemungkinan munculnya kembali sistem metafisika yang mengklaim kemampuan rasio (akal) manusia mencapai realitas sesungguhnya. Hume hanya mau bersandar pada apa yang bisa diamati melalui inderawi. Kritik pedas Hume pada metafisika membangunkan Kant dari tidur dogmatisnya menurut Kant (1997). Dari Hume, Kant menyadari bahwa disiplin metafisika telah melalaikan keterbatasan pengetahuan manusia dalam memahami realitas sesungguhnya.
Pemikiran Hume dan Kant meminjam istilah posmodernisme, disebut narasi besar yakni ingin mempertanyakan kembali wacana-wacana metafisik yang selalu bergulat. Gagasan metafisis tentang Tuhan, esensi, substansi, hakiki, ruh sulit diterima karena bersifat apriori. Berbeda dengan Hume yang menolak metafisika, Kant mempertanyakan metafisika untuk merekonstruksi metafisika yang sudah ada. Ia membuang metafisika tradisional yang diwariskan  Aristoteles (filsuf Yunani) dan Thomas (filsuf skolastik) dengan eviden sebagai dasarnya. Eviden yang dimaksud Kant adalah dualisme kritisisme yang ekstrem yakni pengetahuan dan kenyataan yang terpisah oleh jurang yang tidak dapat diseberangi.
Metafisika tradisional menganggap Tuhan sebagai causa prima (penyebab pertama dari segala sesuatu). Asumsi ini ditolak Kant. Menurutnya Tuhan bukanlah obyek pengalaman dengan kategori kausalitas pada tingkat akal budi (verstand), melainkan ada pada bidang atau pandangan yang melampaui akal budi, yakni bidang rasio (vernunft). Bagi Kant, pembuktian Tuhan sebagai causa prima tidak bisa diterima. Ada tidaknya Tuhan mustahil dibuktikan. Tuhan ditempatkan Kant sebagai postulat bagi tindakan moral pada rasio praktis.
Langkah awal Kant dalam merekonstruksi metafisika adalah mengungkapkan dua keputusan yakni sintetik dan analitik seperti dimuat dalam Critique of Pure Reason (Kritik Rasio Murni). Keputusan sintetik adalah keputusan dengan predikat tidak ada dalam konsep subyek yang artinya menambahkan sesuatu yang baru pada subyek menurut Adian (2000). Keputusan analitik adalah keputusan dengan predikat terkandung dalam subyek. Misalnya proposisi semua tubuh berkeluasan. Predikat berkeluasan sudah terkandung dalam semua tubuh menurut Adian (2000).
Menurut Kant, dalam metafisika tidak terdapat pernyataan-pernyataan sintetik a prioris seperti yang ada di dalam matematika, fisika dan ilmu-ilmu yang berdasar kepada fakta empiris.  Kant menamakan metafisika sebagai “ilusi transenden” (a transcendental illusion). Menurut Kant, pernyataan-pernyataan metafisika tidak memiliki nilai epistemologis.  
Harapan atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan bebuah kebaikan di waktu yang akan datang. Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Namun adakalanya harapan tertumpu pada seseorang atau sesuatu. Pada praktiknya banyak orang mencoba menjadikan harapannya menjadi nyata dengan cara berdoa atau berusaha. Beberapa pendapat menyatakan bahwa esensi harapan berbeda dengan "berpikir positif" yang merupakan salah satu cara terapi/proses sistematis dalam  psikologi untuk menangkal "pikiran negatif" atau "berpikir pesimis.
Komponen-komponen dalam harapan menurut Snyder (2000), komponen-komponen yang terkandung dalam teori harapan yaitu:
a.       Goal
Goal atau tujuan adalah sasaran dari tahapan tindakan mental yang menghasilkan komponen kognitif. Tujuan menyediakan titik akhir dari tahapan perilaku mental individu. Tujuan harus cukup bernilai agar dapat mencapai pemikiran sadar. Tujuan dapat berupa tujuan jangka pendek ataupun jangka panjang, namun tujuan harus cukup bernilai untuk mengaktifkan pemikiran yang disadari. Tujuan dapat berupa approach-oriented in nature (misalnya sesuatu yang positif yang diharapkan untuk terjadi) atau preventative in nature (misalnya sesuatu yang negatif yang ingin dihentikan agar tidak terjadi lagi). Tujuan juga sangat beragam dilihat dari tingkat kemungkinan untuk mencapainya. Bahkan suatu tujuan yang tampaknya tidak mungkin untuk dicapai pada waktunya akan dapat dicapai dengan perencanaan dan usaha yang lebih keras.
b.      Pathway Thinking
Untuk dapat mencapai tujuan maka individu harus memandang dirinya sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan suatu jalur untuk mencapai tujuan. Proses ini yang dinamakan pathway thinking, yang menandakan kemampuan seseorang untuk mengembangkan suatu jalur untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pathway thinking mencakup pemikiran mengenai kemampuan untuk menghasilkan satu atau lebih cara yang berguna untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Beberapa jalur yang dihasilkan akan berguna ketika individu menghadapi hambatan, dan orang yang memiliki harapan yang tinggi merasa dirinya mampu menemukan beberapa jalur alternatif dan umumnya mereka sangat efektif dalam menghasilkan jalur alternatif.
c.       Agency Thinking
Komponen motivasional pada teori harapan adalah agency, yaitu kapasitas untuk menggunakan suatu jalur untuk mencapai tujuan yang diinginkan.  Agency mencerminkan persepsi individu bahwa dia mampu mencapai tujuannya melalui jalur-jalur yang dipikirkannya, agency juga dapat mencerminkan penilaian individu mengenai kemampuannya bertahan ketika menghadapi hambatan dalam mencapai tujuannya. Ketika individu menghadapi hambatan, agency membantu individu menerapkan motivasi pada jalur alternatif terbaik. Komponen agency dan pathway saling memperkuat satu sama lain sehingga satu sama lain saling mempengaruhi dan dipengaruhi secara berkelanjutan dalam proses pencapaian tujuan.
d.      Kombinasi Pathway Thinking dan Agency Thinking
Komponen pathway thinking dan agency thinking merupakan komponen yang saling melengkapi, bersifat timbal balik, dan berkorelasi positif, tetapi bukan merupakan komponen yang sama. Individu yang memiliki kemampuan dalam agency thinking seharusnya disertakan juga dengan pathway thinking. Namun, beberapa individu tidak mengalami hal tersebut.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harapan, yaitu:
a. Dukungan Sosial
Harapan memiliki kaitan erat dengan dukungan sosial, Individu mengekspresikan perasaan tidak berdaya ketika mereka tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain.
b. Kepercayaan Religius
Kepercayaan religius dan spiritual telah diidentifikasikan sebagai sumber utama harapan dalam beberapa penelitian. Kepercayaan religius dijelaskan sebagai kepercayaan dan keyakinan seseorang pada hal positif atau menyadarkan individu pada kenyataan bahwa terdapat sesuatu atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya untuk situasi individu saat ini. Spiritual merupakan konsep yang lebih luas dan terfokus pada tujuan dan makna hidup serta keterkaitan dengan orang lain, alam, ataupun dengan Tuhan. Kegiatan religius merupakan strategi kedua yang paling umum untuk mempertahankan harapan dan juga sebagai sumber dalam mendukung harapan pada pasien dengan penyakit kronis.
c. Kontrol
Mempertahankan kontrol merupakan salah satu bagian dari konsep harapan. Mempertahankan kontrol dapat dilakukan dengan cara tetap mencari informasi, menentukan nasib sendiri, dan kemandirian yang menimbulkan perasaan kuat pada harapan individu. Kemampuan individu akan kontrol juga dipengaruhi self-efficacy yang dapat meningkatkan persepsi individu terhadap kemampuannya akan kontrol.
Harapan dapat dikorelasikan dengan keinginan dalam kontrol, kemampuan untuk menentukan, menyiapkan diri untuk melakukan antisipasi terhadap stres, kepemimpinan, dan menghindari ketergantungan. Didalam sebuah harapan terdapat pertanyaan yang mungkin menyangkut apa yang menurutnya sulit dalam membuktikan dalam mencapai harapan yang diinginnya, terkadang tersirat didalam benak kita seperti pertanyaan apakah Tuhan ada? Seperti apakah bentuk Tuhan?. Sama halnya dengan pertanyaan Imanuel Kant pertanyaan seperti itu terkadang membuat seseorang menjadi ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Istilah Al-qur’an Menyebut Tuhan: Agama islam adalah agama yang mengenalkan tuhan dengan kandungan isi Al-qur’an dan menyebutya dengan beberapa istilah atau yang kita kenal dengan nama sering kita sebut dengan asmaul husna atau 99 nama Allah, yang mana dalam setiap asmaul khusna terdapat makna dan arti yang berbeda-beda.
 Di dalam al-qur’an-pun terdapat ayat-ayat yang menceritakan istilah yang menyebutkan Allah, diantaranya: 
a.    Surat Al-Fatihah  
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang..  Segala puji bagi Allah, Tuhan (rabbi) semesta alam.  Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.   Yang menguasai di hari Pembalasan.
Dalam surat Al-fatihah, tuhan disebut dengan arrahman dan arrahim yang artinya adalah Maha pemurah dan penyayang, dalam hal ini arti kata pemurah maksudnya adalah Allah bersifat welas asih sehingga melimpahkan karunianya kepada seluruh hambanya. Sedangkan makna dari arrahim yang memberikan pengertian bahwa Allah adalah selalu sayang atau penyayang dan melimpahkan rahmatnya kepada semua makhluknya.
b.   Al-Hadid ayat 1-3
Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.  Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, dia menghidupkan dan mematikan, dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.
Kedua. Apa yang boleh kita lakukan yang jawabannya etika, menurut Imanuel Kant Etika diperlukan untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan manusia. Secara metodologis, etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Sehingga etika merupakan suatu ilmu dengan objeknya adalah tingkah laku manusia dengan sudut pandang normatif. Pemikiran berhubungan dengan moralitas sebelum Kant dicari dalam tatanan alam (Stoa, Spinoza), hukum kodrat (Thomas Aquinas), hasrat mencapai kebahagiaan (filsafat pra Kant), pengalaman nikmat atau hedon (Epikuros), perasaan moral (David Hume), kehendak Tuhan (Agustinus, Thomas Aquinas).
Filsafat moral Kant menyatakan kesadaran moral merupakan fakta yang tidak dapat dibantah meskipun bukan obyek inderawi, namun membuka kenyataan bidang realitas adi inderawi. Sehingga satu-satunya cara untuk klaim moralitas atas keabsahan universal melalui subyek itu sendiri. Karya Kant tentang filsafat moral antara lain The Foundations of the Methaphysics of Morals (1785), Critique of Practical Reason (1788), dan Metaphysics of Morals (1797). Dua buku pertama meletakkan etika dasar etika. Metafisika moral menguraikan norma dan keutamaan moral.
Kant mengembangkan prinsip etika dari paham akal budi praktis. Kant mengandaikan baik bukan hanya dari beberapa segi, tetapi baik secara mutlak. Menurut Kant, yang baik tanpa pembatasan sama sekali adalah kehendak baik. Kehendak baik selalu baik dan dalam kebaikannya tidak tergantung pada sesuatu di luarnya (otonom). Orang berkehendak baik karena menguntungkan, tergerak oleh perasaan belas kasih, memenuhi kewajiban demi kewajiban. Kehendak baik karena memenuhi kewajiban demi kewajiban disebut Kant sebagai moralitas.
Pengukuran moralitas menurut Kant bukan pada hasil. Karena perbuatan baik tidak membuktikan kehendak baik. Tetapi pada kehendak pelaku apakah ditentukan oleh kenyataan bahwa perbuatan itu kewajibannya. Kant selalu merasa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan perasaan (Gaarder, 1999). Teori moralitas Kant disebut Imperatif Kategoris yang diciptakan dengan penekanan kepada otonomi individu dalam mengambil keputusan moral. Imperatif kategoris merupakan suatu panduan untuk menguji apakah suatu tindakan dapat disebut bermoral atau tidak.
Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti hati nurani ataupun perikelakuan yang pantas (atau yang diharapkan). Secara sederhana hal itu kemudian diartikan sebagai ajaran tentang perikelakuan yang didasarkan pada perbandingan mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Menurut para ahli, etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini:
Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu di lakukan dan yang perlu di pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan.
Terdapat macam-macam dalam Etika diantaranya sebagai berikut:
1.  Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
3.  Etika Teleologi
Suatu tindakan dikatakan baik jika tujuannya baik dan membawa akibat yang baik dan berguna. Dari sudut pandang “apa tujuannya”, etika teleologi dibedakan menjadi dua yaitu: pertama, Teleologi Hedonisme (hedone= kenikmatan) yaitu tindakan yang bertujuan untuk mencari kenikmatan dan kesenangan. Kedua Teleologi Eudamonisme (eudamonia=kebahagiaan) yaitu tindakan yang bertujuan mencari kebahagiaan hakiki.
Etika Deontologi
Etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Jadi, etika Deontologi  yaitu tindakan dikatakan baik bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik, melainkan berdasarkan tindakan itu baik untuk dirinya sendiri.
Ketiga. Pertanyaan sampai dimanakah pengharapan kita yang kawabannya epistimologi atau pengetahuan, Kant menyatakan bahwa pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama dalam benak yakni fakultas penerimaan kesan-kesan inderawi (sensibility) dan fakultas pemahaman (understanding) yang membuat keputusan-keputusan tentang kesan-kesan inderawi yang diperoleh melalui fakultas pertama.
Kedua fakultas saling membutuhkan dalam rangka mencapai suatu pengetahuan. Fakultas penerimaan bertugas menerima kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan pengetahuan a apriori intuisi ruang dan waktu. Fakultas pemahaman bertugas memasak yaitu menyatukan dan mensintesakan pengalaman-pengalaman yang telah diterima dan ditata oleh fakultas penerima selanjutnya diputuskan.
Dalam bekerja, fakultas pemahaman memiliki sarana yang disebut kategori terdiri dari 12 item menjadi syarat apriori.  Kedua belas kategori ini adalah  kuantitas (universal, particular, singular), kualitas (affirmative, negative, infinitive), relasi (categorical, hypothetical, disjunctive) dan modalitas (problematical, assertorical, apotidical).
Menurut Kant meskipun seluruh ide dan konsep manusia bersifat apriori sehingga ada kebenaran apriori, namun ide dan konsep hanya dapat diaplikasikan apabila ada pengalaman. Tanpa pengalaman, seluruh ide dan konsep serta kebenaran tidak akan pernah bisa diaplikasikan. Akal budi manusia hanya bisa berfungsi bila dihubungkan dengan pengalaman. Oleh karena itu akal budi dan pengalaman inderawi, tidak dapat dianggap sebagai dasar menyatakan keberadaan Tuhan. Bagi Kant, eksistensi Tuhan diperlukan sebagai postulat bagi kehidupan moralitas (Hick, 1979). Pembahasan epistemologi Kant dikaitkan dengan dua karyanya Kritik atas Rasio Murni dan Kritik Rasio Praktis.
Kant menganggap kondisi tertentu dalam pikiran manusia ikut menentukan konsepsi. Apa yang kita lihat dianggap sebagai fenomena dalam ruang dan waktu yang disebut bentuk intuisi, mendahului setiap pengalaman. Untuk pengenalan, Kant berargumen bahwa obyek mengarahkan diri ke subyek. Tidak seperti filsuf sebelumnya yang mencoba mengerti pengenalan dengan mengandaikan bahwa subyek mengarahkan diri ke obyek.
pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran. Dalam komunikasi keseharian, kita sering menggunakan kalimat seperti, “Saya terampil mengoperasikan mesin ini”, “Saya sudah terbiasa menyelesaikan masalah itu”, “Saya menginformasikan kejadian itu”, “Saya meyakini bahwa masyarakat pasti mempercayai Tuhan”, “Saya tidak emosi menghadapi orang itu”, dan “Saya mempunyai pikiran-pikiran baru dalam solusi persoalan itu”.
Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir dikarenakan persentuhan kita dengan suatu perkara. Keluasan dan kedalaman kehadiran kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita sangat bergantung pada sejauh mana reaksi, pertemuan, persentuhan, dan hubungan kita dengan objek-objek eksternal. Walhasil, makrifat dan pengetahuan ialah suatu keyakinan yang kita miliki yang hadir dalam syarat-syarat tertentu dan terwujud karena terbentuknya hubungan-hubungan khusus antara subjek (yang mengetahui) dan objek (yang diketahui) dimana hubungan ini sama sekali kita tidak ragukan. John Dewey menyamakan antara hakikat itu sendiri dan pengetahuan dan beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil dan capaian dari suatu penelitian dan observasi. Menurutnya, pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas yang tetap dan yang senantiasa berubah.
Dalam pengetahuan sangat mungkin terdapat dua aspek yang berbeda, antara lain:
1. Hal-hal yang diperoleh. Pengetahuan seperti ini mencakup tradisi, keterampilan, informasi, pemilkiran-pemikiran, dan akidah-akidah yang diyakini oleh seseorang dan diaplikasikan dalam semua kondisi dan dimensi penting kehidupan. Misalnya pengetahuan seseorang tentang sejarah negaranya dan pengetahuannya terhadap etika dan agama dimana pengetahuan-pengetahuan ini nantinya ia bisa aplikasikan dan menjadikannya sebagai dasar pembahasan.
2. Realitas yang terus berubah. Sangat mungkin pengetahuan itu diasumsikan sebagai suatu realitas yang senantiasa berubah dimana perolehan itu tidak pernah berakhir. Pada kondisi ini, seseorang mengetahui secara khusus perkara- perkara yang beragam, kemudian ia membandingkan perkara tersebut satu sama lain dan memberikan pandangan atasnya, dengan demikian, ia menyiapkan dirinya untuk mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang lebih global.
Secara lahiriah, keberadaan kedua dimensi di atas bersifat logis dan tak berpisah satu sama lain. Pengetahuan itu tidak bisa dipandang sebagai suatu realitas yang konstan, tetap, tak berubah, dan tak hidup yang terdapat dalam ruang pikiran manusia, hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa jiwa manusia itu adalah tunggal dan satu, persentuhan manusia yang terus menerus dengan objek-objek eksternal dan syarat-syarat yang berbeda, aktivitas dan pengaruh potensi-potensi akalnya, pembentukan konsepsi-konsepsi dan perubahannya, sisi-sisi beragam dari pengalaman manusia, perubahan terus menerus yang terjadi pada aspek empirik manusia, dan perubahan kualitas persepsi dan analisa pikiran atas objek.
Pendapat mengenai pendefinisian pengetahuan, antara lain:
       Pengetahuan itu tidak bisa didefinisikan, karena pengetahuan itu bersifat gamblang dan aksiomatik. Dan pendefinisian bagi perkara-perkara yang gamblang dan aksiomatik adalah hal yang mustahil (yakni akan terjadi daur atau lingkaran setan). Untuk menegaskan kegamblangan ilmu dan pengetahuan itu bisa berpijak pada beberapa hal:
a. Pengetahuan itu sendiri merupakan perkara-perkara kejiwaan dan kefitraan. Dan Setiap perkara kefitraan dan kejiwaan itu bersifat aksiomatik dan badihi.
b. Pengetahuan yang mutlak bersumber dari pengetahuan yang khusus dan terbatas seperti pengetahuan manusia pada wujudnya sendiri yang bersifat aksiomatik. Dan pengetahuan yang berasal dari hal-hal yang aksiomatik adalah juga bersifat aksiomatik dan gamblang.
c. Apabila pengetahuan itu bisa didefinisikan, maka akan berkonsekuensi pada kemustahilan pengetahuan manusia terhadap realitas bahwa “ia mengetahui sesuatu”, yakni pengetahuan manusia itu sendiri pertama-tama harus didefinisikan, barulah kemudian ia memahami bahwa dirinya memiliki pengetahuan terhadap sesuatu. Hal ini mustahil, karena keberadaan pengetahuan bagi manusia adalah bersifat fitri dan pengetahuan kepada perkara fitrawi ialah hal yang mungkin, yakni tidak butuh kepada definisi sebelumnya.
Dengan demikian, ilmu manusia, tanpa pendefinisian sebelumnya, kepada realitas bahwa “ia memahami sesuatu” ialah bersifat mungkin. Pengetahuan manusia bahwa “ia mengetahui sesuatu” adalah ilmu kepada “hubungan zatnya dengan ilmu”, dan ilmu kepada “hubungan suatu perkara kepada perkara lain” ialah bergantung atas ilmu pada salah satu dari subjek dan predikatnya.
Sesungguhnya definisi hakiki pengetahuan adalah hal yang mustahil, karena pada hakikatnya pengetahuan itu identik dengan eksistensi dan wujud, dan eksistensi – sebagaimana diketahui dalam pembahasan ontologi – secara hakiki adalah mustahil untuk didefinisikan. Apabila pengetahuan itu bisa didefinisikan, maka sebenarnya bukanlah definisi yang hakiki. Dalam hal ini, banyak definisi yang telah dilontarkan berkaitan dengan pengetahuan ini, akan tetapi hanya beberapa yang bisa mencakup segala cabang-cabang pengetahuan dan bersifat komprehensif.
Pengetahuan adalah pencerminan objek eksternal dalam pikiran. Dalam kitab klasik ilmu logika, pengetahuan itu didefinisikan sebagai suatu gambaran objek-objek eksternal yang hadir dalam pikiran manusia. Definisi ini juga disepakati oleh sebelas orang filosof dan ilmuwan Rusia. Akan tetapi, apabila kita mencermati definisi di atas, maka definisi tersebut hanya mencakup llmu hushuli dan tidak termasuk ilmu hudhuri, karena ilmu hudhuri bukanlah suatu “gambaran” dan “refleksi” objek-objek eksternal di alam pikiran.
Pengetahuan terbagi dua:
        Ilmu hushuli, yakni suatu pengetahuan yang dihasilkan dengan menggunakan media panca indera sebagai perantara hubungan dengan alam eksternal dan kehadiran gambaran objek-objek eksternal di alam pikiran itu melalui fakultas-fakultas lahiriah. Dengan ungkapan lain, ilmu hushuli adalah suatu ilmu yang hanya berhubungan dengan konsepsi dan gambaran dari objek-objek eksternal, seperti ilmu manusia kepada maujud-maujud eksternal.
Dalam ilmu ini terdapat tiga hal yang prinsipil:
a.    Subjek yang mengetahui yang bernama manusia
Maujud-maujud eksternal dan hakiki (dimana dalam istilah filsafat disebut dengan “objek pengetahuan yang aksidental (ma’lum bil ‘aradh)”, yakni objek yang diketahui secara aksidental); Suatu konsepsi yang bernama gambaran pikiran (dimana dalam istilah filsafat dikatakan sebagai “objek pengetahuan yang esensial” (ma’lum bizzat), yakni objek yang diketahui secara esensial).
b.   Ilmu hudhuri, yakni suatu ilmu tidak membutuhkan suatu media sebagai perantara, akan tetapi objek pengetahuan itu sendiri (bukan gambaran dari objek itu) yang hadir secara langsung dalam diri subjek. Apabila dalam ilmu hushuli terdapat tiga perkara yang fundamental, maka dalam ilmu hudhuri hanya ada dua hal yang mendasar dan terkadang hanya satu hal. Yakni dalam ilmu ini tidak ada “gambaran” dari objek ilmu. Ilmu hudhuri terbagi dalam dua bagian:
1.  Terkadang dalam ilmu hudhuri hanya terdapat dua dimensi mendasar, seperti pengetahuan kita terhadap gambaran pikiran kita sendiri, apabila kita mengetahui objek-objek eksternal melalui gambaran pikiran sebagai media perantara, maka gambaran pikiran itu sendiri telah menjadi jelas bagi kita tanpa media perantara dan pengenalan kita kepada gambaran pikiran kita sendiri tak lagi melalui gambaran-gambaran yang lain, karena kalau demikian, maka dalam pengenalan tersebut akan hadir rangkaian gambaran-gambaran yang tak terbatas jumlahnya. Oleh sebab itu, di sini hanya ada dua aspek yaitu subjek yang mengetahui (‘âlim) dan objek pengetahuan yang esensial (ma’lum bizzat) yang dalam hal ini adalah gambaran pikiran itu sendiri; 
2. Bentuk lain dari ilmu hudhuri adalah kesatuan dan kemanunggalan antara ‘âlim (subjek yang mengetahui), ma’lum bizzat (objek pengetahuan yang esensial), dan ‘ilm (pengetahuan), seperti ilmu kita terhadap diri kita sendiri yang dalam filsafat dikatakan sebagai ‘ilm al-insan bizatihi (ilmu manusia kepada zatnya sendiri)[4]. Ilmu manusia seperti ini adalah bersumber dari manusia itu sendiri dan pengetahuannya itu menyatu dengan wujudnya sendiri, yakni manusia yang disamping sebagai subjek yang mengatahui, ia juga sebagai objek pengetahuan.
Dengan memperhatikan kedua ilmu ini, hushuli dan hudhuri, menjadi jelaslah bahwa hanya bagian ilmu hushuli saja yang tercakup dalam definisi tersebut di atas. Dengan demikian, definisi tentang pengetahuan tersebut tidaklah sempurna dan komprehensif sehingga dapat meliputi semua cabang-cabang pengetahuan. pertanyaan epistimologi atau pengetahuan menurut Imanuel Kant Epistemologi atau teori pengetahuan berhubungan dengan hakikat ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia yang diperoleh melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Keempat. Apakah manusia itu yang jawabannya antropologiatau manusia menurut Imanuel Kant Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan kini, yang menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu hayati (alam), dan juga humaniora. Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "Manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal") atau secara etimologis antropologi berarti ilmu yang memelajari manusia.
Antropologi bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai spesies homo sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak awal kemunculannya. Antropologi juga menggunakan kajian lintas-budaya dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup (worldview).
Dengan orientasinya yang holistik, antropologi dibagi menjadi empat cabang ilmu yang saling berkaitan, yaitu: antropologi biologi, antropologi sosial budaya, arkeologi, dan linguistik. Keempat cabang tersebut memiliki kajian-kajian konsentrasi tersendiri dalam kekhususan akademik dan penelitian ilmiah, dengan topik yang unik dan metode penelitian yang berbeda.
Antropologi atau manusia Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain, oleh karena itu manusia senantiasa membutuhkan interaksi dengan manusia yang lain. Seorang Antropologi Indonesia yaitu Koentjaraningrat menyatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat terus menerus, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Pandangan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat tersebut menegaskan bahwa di dalam masyarakat terdapat berbagai komponen yang saling berinteraksi secara terus menerus sesuai dengan sistem nilai dan sistem norma yang di anutnya. Interaksi antar komponen tersebut dapat terjadi antara individu dengan individu, antara lain individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok.
  • Menurut Bapak Sokrates, manusia adalah makhluk yang hidup berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku datar dan lebar. Cukup aneh, akan tetapi pada masa itu cukup untuk menggambarkan apa itu manusia, walaupun hanya sebatas morfologi atau penampakan luar saja.
  • Menurut bapak Aristoteles, seorang pemikir hebat, memberikan definisi manusia sebagai “Zoon politicon”, atau sebagai makhluk sosial. Sosial yang dimaksud disini adalah mampu berinteraksi dengan makhluk makhluk lainnya. 
  • Berdasarkan Upanisads, pengertian manusia adalah kombinasi dari unsur unsur roh atau atman, jiwa, pikiran dan prana/jasad fisik. 
  • Menurut Linneaus, seorang ahli biologi bahwa manusia adalah “Homo sapiens”. Homo sapiens merupakan bahasa latin yang berarti makhluk yang berakal budi atau memiliki akal (akan dijelaskan dalam pengertian akal).
  • Pengertian manusia oleh Bapak Kees Bertens bahwa manusia adalah suatu makhluk yang terdiri atas dua unsur yang tidak dapat dinyatakan kesatuannya. Hal yang dimaksud adalah roh atau jiwa beserta tubuhnya tidak dapat ditampakkan menjadi dua bagian. 
  • Salah satu pengertian manusia yang cukup saya suka adalah dari I Wayan Watra yang menuliskan bahwa, manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa dan karsa.
  • Menurut Bapak Abineno J. I bahwa definisi manusia adalah sebuah “tubuh yang berjiwa” dan bukan “jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana” . Dalam juga yang pengertian manusia menurut Bapak yang satu ini.
  • Pengertian manusia yang lain dan lebih epik dinyatakan oleh Ibu Paula J.C dan Ibu Janet W.K adalah makhluk yang terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mampu mengembang tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinan.                                      
  • Kemudian, Raves juga memberikan pengertian tambahan tentang manusia yaitu sebagai “Homo loquen”. Menurut Raves, pengertian manusia adalah makhluk yang pandai berbahasa dan menjelmakan pikiran dan perasaan dalam kata kata yang tersusun.
Bergson , juga ikut memberikan nama lain untuk manusia yaitu “Homo faber”, Menurutnya pengertian manusia adalah makhluk yang pandai membuat alat pertukangan. 
Dari pertanyaan-pertanyaan Imanuel Kant menjadi sumber ilmu pengetahuan yang bernmnfaat bagi kelangsungan hidup karena pemikiran-pemikiran yang filsafati,  karena filsafat adalah akar dari segala pengetahuan.



DAFTAR PUSTAKA


John Dewey, Philosophy of Education, hal. 14.
Mulla Sadra, Hikmah Muta’âliyah, jilid ketiga, hal 279. Dan Mafatihul Ghaib, hal, 99
Snyder, C.R. (2000). Hypothesis: There is Hope. In C.R. Snyder (Eds.),Handbook of Hope Theory, Measures and Applications (pp.3-21). San Diego: Academic Press.
Shorey, H.S., Snyder, C.R., Rand, K.L., Hockemeyer, J.R., & Feldman, D.B. (2002). Somewhere Over the Rainbow: Hope Theory Weathers Its First Decade. Psychological Inquiry, 13 (4), 322-331.
Mulla Hadi Zabzawari, Syarh-e Manzumah, hal. 39, bagian metafisika khusus.
https://id.wikipedia.org/wiki/Harapan
fahmi, Nurul. 2015. Mata kuliah etika profesi sanitarian. Diperoleh dari http://nurulfahmikesling.blogspot.co.id
Penulis. 2012. Manusia dan harapan. Diperoleh dari http://everythings-a-miracle.blogspot.co.id
Olive, Yulia. 2016. Mengkaji 4 pertanyaan immanuel kant. Diperoleh dari http://yuliaolive.blogspot.co.id
Penulis. 2016. Belajar pengertian manusia secara umum dan penjelasannya. Diperoleh dari http://hariannetral.com
Penulis. 2013. Pengertian manusia. Diperoleh dari http://www.temukanpengertian.com
Penulis. 2012. ciri-ilmu-pengetahuan. diperoleh dari https://teorionline.wordpress.com
Penulis.            . definisi pengetahuan serta faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan. diperoleh dari http://duniabaca.com





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemikiran Richard L. Lanigan

Fungsi Batin Terhadap Pembentukan Kepribadain