Hakikat Moral Versus Ilmu

Hakikat Moral Versus Ilmu
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.
Menurut K. Bertens (2011), secara etimologi kata moral sama dengan etika meskipun kata asalnya beda. Pada tataran lain jika suatu moeal dipakai suatu sifat artinya sama dengan etis, jika dipakai sebagai kata benda yaitu sama dengan etika. Moral yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya tata cara atau adat istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai makhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral yang dari segi substantive materialnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda. Bambang Daroeso(1986), merumuskan pengertian moral secara lebih komperhensif rumusan formalnya sebagai berikut:
*      Moral sebagai perangkat ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.
*      Moral adalah ajaran tetang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu.
*      Moral sebagai tigkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadarran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya.
Akan tetapi bentuk formal ketiga batasan tersebut berbeda. Batasan pertama dan kedua hampir sama, yaitu seperangkat ide tentang tingkah laku. Adapun batasan ketiganya adalah tingkah laku itu sendiri. Pada batasan pertama dan kedua, moral belum berwujud tingkah laku melainkan merupakan masih acuan dari tingkah laku. Pada batasan pertama moral dipahami sebagai nilai-nilai moral. Pada batasan kedua moral dapat dipahamai sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral. Dan batasan ketiga dapat dipahami sebagai tingkah laku, perbuatan, atau sikap moral. Namun demikian semua batasan tersebut salah karena dalam pembicaraan sehari-hari, moral sering dimaksudkan masih seperangkat ide, nilai, ajaran, prinsip atau norma. Dan lebih konkritnya lagi moral juga sering dimaksudkan sudah berupa tingkah laku, perbuatan sikap atau karakter yang didasarkan pada ajaran nilai, prinsip, atau norma. Kata moral sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan,adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berpikir.
Selanjutnya ilmu istilah ilmu berasal dari bahasa Yunani yaitu scientia, atau kaidah dalam bahasa Arab dari kata ilm:atau sains adalah pengkajian sejumlah pernyataan yang terbukti dengan fakta yang ditijau yang disusun secara sistematis dan terbentuk menjadi hukum umum. Ilmu akan melahirkan kaidah umum yang dapat diterima oleh semua pihak.
Menurut KBBI ilmu/il·mu/ adalah  pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Keberadaan ilmu timbul karena danya penelitian pada objek yang sifatnya empiris. Berbeda halnya dengan pseudo-ilmu yang lahir dan timbul dari penelaahan objek yang abstrak. Landasan dasar yang dipakai dalam pseodu-ilmu yaitu keyakinan atau kepercaayaan. Hal semacam ini sering sering memunculkan pandangan metafisika dalam filsafat ilmu.perbedaan dapat diketahui dari penampakan yang menjadi objek penelitian masing-masing bidang. Atau dengan kata lain perbedaan itu ada pada sisi epitimologisnya, dan dilihat dari aspek fungsinya.
Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan yaitu nilai dan norma nilai atau yang menjadi kriteria nilai dan norma moral itu. Nilai moral tidak berdiri sendiri tetapi ketika ia berada pada atau menjadi seseorang, ia akan bergabung dengan nilai yang ada seperti nilai agama, hukum, dan budaya. yang paling utama dalam nilai moral yaitu yang terkait dengan tanggung jawab seseorang. Norma moral menetukan apakah seseorang berlaku baik ataukah buruk dari sudut etis.

Sumber:

Latif, Mukhtar.2014. Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP

Website:





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemikiran Richard L. Lanigan

Fungsi Batin Terhadap Pembentukan Kepribadain

Pertanyaan Filsafat Imanuel Kant