Nilai Filosofis Persatuan

Nilai Filosofis Persatuan

Dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan menjadi kunsi kemajuan suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia yang kausa materialisnya berbagai etnis, golongan, ras, agama serta primordial lainya dinusantara secara moral menentukan kesepakatan untuk memebentuk suatu bangsa, yaitu bnagsa Indonesia. Semangat moralitas bangsa itu oleh founding fathers kita diungkapkan dalam suatu seloka, yang merupakan symbol semiotik moralitas bangsa yaitu Bhineka Tungal Ika. Hal ini mengandung nilai-nilai etis bahwa setiap manusia apapun ras, etnis, golongan, agama adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa (sila I), pada hakikatnya sama berdasarkan harkat dan martabat manusia yang beradab (sila II).
Pandangan filosofis menurut pancasila bahwa sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu yang memiliki ciri khas, kepribadian, namun demikian juga sekaligus sebagai makhluk sosial. Artinya manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah diciptakan secara individu, namun kodratnya manusia lahir dari sifatnya sebagai warga masyarakat. Manusia di ciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa pada hakikatnya adalah sama, dalam pengertian hakikat sifat kodrat manusia dan manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa, untuk melakukan interaksi sosial yang baik. Oleh karena itu manusia membentuk suatu persekutuan hidup, untuk merealisasikan seluruh cita-citanya bersama manusia lainya. Dalam hubungan inilah maka manusia membentuk persekutuan hidup yang disebut negara. Jadi dalam suatu negara merupakan satu kesatuan bentuk integral. Berbagai macam suku, ras, kelompok, kebudayaan aupun agama meskipun bahwa kodratnya memiliki oerbedaan namun membentuk suatu ikatan persatuan demi tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan hidup masyarakat bersama.
Oleh karena itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini harus mendasarkan pada kesadaran moralitas multikultural. Perbedaan ini bukan untuk diperuncing melalui akar ciri khas perbedaan karunia Tuhan, melainkan memiliki komitmen untuk menyatukan pandangan dan tujuan dalam kehidupan yang lebih mulia. Moralitas antar generasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting bagi terwujudnya tujuan negara. Kita harus menjadi bangsa yang semakin dewasa, yaitu dalam merelaisasikan reformasi ini harus menggunakan akal sehat dan beradab, yaitu menilai suatu orde atau kekuasaan dalam negara ini yang baik untuk kita teruskan dan tingkatkan, namun yang tidak baik harus ditindak dan ditinggalkan. Seharusnya saat ini kita malu dengan tingkah kita, yang senantiasa menyalahkan orde lama dan orde baru, tetapi, kehidupan rakyat tidak kunjung lebih sejahtera disbanding kehidupan dimasa itu. Oleh karena itu moralitas antar generasi ini harus disadarkan pada prinsip filosofis persatuan bangsa. Negara-negara yang maju kuat ternyata sangat memelihara moralitas antar generasi bangsa, seperti Cina, Amerika, Jepang dan negara-negara lainnya.
Lunturnya nasionalisme kita terutama dikalangan generasi muda antara lain sebagai akibat pengaruh global yang sangat kuat sementara upaya untuk melakukan revitalisasi tidak memadai. Konsep pemikiran nasionalisme para pendiri negara yang tertuang dalam pancasila, merupakan karya yang khas yang secara antripologis merupakan “local genius” bangsa Indonesia. Pemikiran tentang kenegaraan dan kebangsaan merupakan suatu hasil proses pemikiran elektis inkorporasi, menurut istilah Notonegoro. Oleh karena itu karya besar bangsa ini setuingkat dengan pemikiran besar dunia lainnya seperti, liberalisme, sosialisme, komunisme, pragmatisme, sekulaarisme, serta paham besar lainya. Toynbee  dalam A Study of History memperingatkan kepada kita bahwa suatu karya besar budaya dari suatu bangsa dalam proses perubahan akan berkembang dengan baik manakala ada suatu keseimbangan antara chalangge dan response .
Lemahnya nasionalisme merupakan fakta bahwa pengaruh global yang merupakan chalangge pada bangsa Indonesia, tidak diikuti dengan fondasi bangsa dengan meletakan fondasi nasionalisme yang signifikan. Akibatnya pengaruh liberalisme-individualisme menjadi sangat dominan, dengan mengembangkan isue  kebebasan, hak asasi manusia serta ideology demokrasi.

Referensi:
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : UGM

                             

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemikiran Richard L. Lanigan

Fungsi Batin Terhadap Pembentukan Kepribadain

Pertanyaan Filsafat Imanuel Kant