Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat

Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat

Kesatuan sila-sila pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal, logis saja namun juga meliputi kesatuan makna, dasar ontologis, dasar epistimologis serta dasar aksiologis dari sila-sila pancasila. Bersifat hierarkis dan mempunyai bentuk piramidal, digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarki  sila-sila pancasila dalam urutan-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila pancasila itu dalam arti formal logis.
Secara filosofis pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki, dasar ontologis, dasar epistimologis, dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain sebagginya.
Dasar Antropologis, (hakikat manusia). Sila-sila pancasila. Pancasila sebagai satu kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesatuan yang menyangkut sila-silanya saja melainkan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila pancasila atau secara filosofis meliputi dasar ontologis (hakikat) sila-sila pancasiala. Pancasila terdiri dari lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri, melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar ontologis pancasila pada dasarya adalah manuia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut dasar antropologis. Subjek penduukun pancasila adalah manusia. Bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan yang berkerakyatan yang dipmpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia. (Notonegoro. 1975: 23). Dapat dipahami bahwa pancasila adalah dasar filsafat negara dan pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia. Jadi dapat dipahami bahwa hakiat dasar antropologis sila-sila pancasila adalah manusia.
Dasar Epistimologis, (pengetahuan) sila-sila pancasila. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga berupa suatu sistem pengetahuan. dalam kehidupan sehari-hari pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup dan serta sebagai dasar manusia dalam menghadapi masala-masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Pancasila telah menjadi sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief-system) yang telah menyangkut praksis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini berarti filsafat telah menjelama menjadi ideologi. (J Abdulgani, 1986). Sebagai suatu ideologi makna pancasila memiliki tiga unsur agar dapat menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya, Photos yaitu penghayatan, dan Ethos yaitu kesusilaanya (Wibisono, 1996:3). Sebagai suatu sistem filsafat serta ideologi maka pancasila harus memiliki urusan rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu sistem pengetahuan.
Dasar epistimologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar otologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat pancaila (Soeryanto, 1991:50). Oleh karena itu dasar etimologis pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia kalau manusia merupakan basis ontologis dari pancasila, maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistimologis, yaitu bangunan epistimologis yang diempatkan dalam bangunan filsafat manusia (Panrka, 1996: 32).
Tiga persoalan epistimologi yaitu: tentang sumber pengetahuan manusia, tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, tentang watak pengetahuan manusia (Titus 1984: 20). Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan, pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan pancasila, sebagaimana bahwa sumber pengetahuan pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukan hanya merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa orang saja namun dirumuskan oleh waki-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan negara. Dengankata lain bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai kausa materialis pancasila. Oleh karena sumber pengetahuan pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai, adat-istiadat serta kebudayaan dan nilai reiligius diantara bangsa Indonesia sebagai pendukung sila-sila pancasila dengan pancasila sendiri sebagia suatu sistem pengetahuan memiliki kesesuaian yang bersifat korespondensi. Sebagai susunan pancasila, maka pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis baik dalam arti susunan sila-sila pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal, dimana sila pertama pancasila mendasari dan menjiwai sila kelima tersebut. Maka dengan demikian susuna sila-sila pancasila memiliki sistem logis pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila pancasila.
Pancasila mengikuti kebenaran rasio yang bersumber pada akal manusia. Selain itu manusia memiliki indra sehingga dalam proses reseptif indra merupakan alat untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan yang bersifat empiris terutama dalam kaitanya dengan pengetauan manusia untuk mendapatkan kebenaran terutama dalam kaitanya dengan pengetahuan positif pancasila juga mengakui kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikatnya kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama.
Sesuai dengan tingkatan sila-sila pancasila yang bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal maka kebenaran konsensus didasari oleh kebenaran wahyu serta kebenaran kodrat manusia yang bersumber pada kehendak sebagai sebagai suatu paham epistimologi maka pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas realigius dalam upaya untuk ,mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
Dasar Aksiologis (nilai) sila-sila pancasila. Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki suatu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierarkinya. Misalnya kalangan materialis mendatang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun dalam berbagai macam pandangan tentang nilai dapat dikelompokan pada dua macam sudut padang yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek. Dan pemberi nilai adalah manusia. Hal ini bersifat subjektif namun juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya sesuatu itu memang pada dirinya sendiri memang bernilai, hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak pandangan tentang nilai terutama dalam menggolong-golongkan nilai dan penggolongan tersebut amat beraneka ragam tergantung pada sudut pandangannya masing-masing.
Menurut Scheler mengemukakan bahwa nilai yang ada tidak sama luhurnya dan tidak sama tingginya. Nilai-nilai itu dalam kenyataan adalah yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah bilamana dibandingkan satu dengan lainnya. Menurut tinggi rendahnya nilai dapat digolongkan menjadi empat tingkatan sebagai berikut: 1) nilai-nilai kenikmatan,  nilai ini berkaitan dengan indra manusia (die werteidhe des Angenhmen und Unangehmen), yang menyebabkan manusia senang atau menderita atau tidak enak. 2) nilai-nilai kehidupan, yaitu nilai yang penting dalam kehidupan manusia (wertw des Vitalen Fuhlens) misalnya jasmani, kesehatan, serta kesejahteraan umum. 3) nilai-nilai kejiwaan, dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geislige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani dan ataupun lingkungan. Diantaranya nilai-nilai semacam ini yaitu nilai keindahan, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat. 4) nilai-nilai kerohanian, pada nilai ini terdapat modalitas nilai dari yang suci (Wer Modalitat Der Heiligen und unbeilingen). Nilai-nilai semacam initerdiri dari nilai-nilai pribadi. (Drikarya, 1978).
Menurut Notonegoro pandangan dan tingkatan nilai tersebut dibedakan menjadi: 1) Nilai material,  yaitu segala sesuatu bagi jasmani manusia. 2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengaakan suatu aktivitas atau kegiatan. 3) Nilai-nilai kerokhanian, yaitu nilai yang berguna bagi rohani manusia. Jadi yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bersifat material saja, akan tetapi bersifat non-material bahkan sesuatu nilai yang bersifat mutlak bagi manusia.
Nilai-nilai pancasila sebagai suatu sistem. Isi-isi pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakikat pancasila yang umum atau universal yang merupakan substansi sila-sila pancasila sebagai pedoman pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yang bersifat umum kolektif.serta realisasi pengalaman pancasila bersifat khusus dan konkrit. Hal yang perlu diperhatikan yaitu meskipun nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila. Pancasila berbeda dan memiliki tingkatan serta luas yang berbeda-beda pula namun keseluruhan nilai tersebut merupakan suatu kesatuan dan tidak saling bertentangan.                 

Sumber:

Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : UGM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemikiran Richard L. Lanigan

Fungsi Batin Terhadap Pembentukan Kepribadain

Pertanyaan Filsafat Imanuel Kant