Hubungan Filsafat dan Etika

Hubungan Filsafat dan Etika

Filsafat ialah seperangkat keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap, cita-cita, aspirasi-aspirasi dan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan norma-norma, aturan-aturan dan prinsip-prinsip etis. Menurut Sidney Hook, filsafat juga pencari kebenaran, suatu persoalan nilai-nilai untuk melaksanakan hubungan-hubungan kemanusiaan secara benar dan juga berbagai pengetahuan tentang apa yang buruk atau baik untuk memutuskan bagaimana seseorang harus memilih atau bertindak dalam kehidupanya.
Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengantujuan utama hidupnya. Etika membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak. Tindakan manusia seharusnya ditentukan oleh macam-maam norma. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semua norma dari luar dan dari dalam, supaya manusia mencapai kesadaran moral yang otonom.
Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan antara “etika normatif”. Etika deskriptif memberikan gambaran dari segala kesadaran moral, dari norma dan konsep-konsep etis. Etika normatif tidak berbicara lagi tentang apa yang sebenarnya harus harus merupakan tindakan manusia. Dalam etika normatif, normatif dinilai dan setiap manusia ditentukan.      
Florance Kluckhlon, mengidentifikasi sejumlah orientasi nilai yang tampaknya berkaitan dengan masalah kehidupan dasar:
1.        Manusia berhubungan dengan alam atau lingkungan fisik, dalam arti modernisasi , hidup dengan atau ditaklukan alam.
2.       Manusia menilai sifat/hakikat manusia sebagai baik, atau campuran antara baik dan buruk.
3.    Manusia hendaknya bercermin pada masalalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
4.        Manusia lebih menyukai aktivitas yang sedang dilakukan, atau telah dilakuakan.
5.    Manusia menilai hubungan dengan orang lain, dalam kedudukan yang langsung, individualitas, atau posisi yang sejajar.
Orientasi nilai tersebut sangat berbeda diantara berbagai kebudayaan subbudaya dalam masyarakat. Orientasi nilai budaya itu dinyatakan dalam konsep-konsep, sikap-sikap, dan harapan-harapan orang, yang bersangkut paut dengan diri mereka sendiri atau orang lain, khususnya sebagai bagian dari peranan-peranan sosial yang mereka sandang dalam masyarakat.
Nilai-nilai mempunyai tingkatan-tingkatan, seperti:
1.           Nilai-nilai akhir atau abstrak, seperti: demokrasi, keadilan, persamaan, kebebasan, kedamaian dan kemajuan sosial, serta perwujudan diri dan penentuan diri.
2.   Nilai-nilai tingkat menengah, seperti: kualitas keberfungsian manusia/pribadi, keluarga yang baik, pertumbuhan, peningkatan kelompok, dan masyarakat yang baik.
3.           Nilai-nilai tingkat ketiga merupakan nilai-nilai instrumental atau operasional yang mengacu kepada ciri-ciri prilaku dari lembaga sosial yang baik, pemerintah yang baik, dan orang professional yang baik. Misalnya dapat dipercaya, jujur, dan memiliki disiplin diri.
4.       Nilai-nilai dalam norma-norma yang telah diinternalisasikan kedalam diri individu, akan menjadi kerangka referensi individu tersebut, sebagai pinsi-prinsip etik. Prinsip-prinsip etik tersebut menjadi dasar orientasi dan petunjuk bagi kita dalam mengatasi kehidupan menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Prinsip etik tersebut membantu pula mengatur dan memberikan makna dan kesatuan yang bulat terhadap kepribadian kita; motivasi kita dalam memilih prilaku kita, tujuan-tujuan dan gaya hidup, serta memungkinkan kita memperoleh landasan pembenaran dan pengambilan keputusan terhadap tindakan yang kita lakukan.       
  
  Sumber:

Mufid, Muhamad.2009.Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta:Kencana

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemikiran Richard L. Lanigan

Fungsi Batin Terhadap Pembentukan Kepribadain

Pertanyaan Filsafat Imanuel Kant