Etika Politik

Etika Politik

Filsafat dibedakan atas filsafat teoritis dan filsafat praksis. Filsafat teoritis membahas tentang makna hakiki segala sesuatu, antara lain manusia alam, benda fisik, pengetahuan bahkan juga tentang hakikat yang transenden. Dalam hubungan ini filsafat teoritis pun pada prinsipnya sebagai sumber pengembangan hal-hal yang bersifat praksis termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Filsafat praksis sebagai bidang kedua, mebahas dan mempertanyakan aspek praksis dalam kehidupan manusia, yaitu etika yang mempertanyakan dan membahas tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam hubungannnya dengan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara, lingkungan alam serta terhadap Tuhannya.  
Pengelompokan etika dibedakan atas etika umum dan etika khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip dasar bagi segenap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan kewajiban manusia dalam berbagai lingkup kehidupannya. Etika khusus dibedakan menjadi: Etika individual, yang membahas tentang kewajiban manusia sebagai individu terhadap dirinya sendiri serta, melalui suara hati terhadap Tuhannya, dan etika sosial membahas kewajiban serta norma-norma moral yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan dengan sesama manusia tetentu, misalnya etika keluarga, etika profesi, etika lingkungan, etika pendidikan, etika seksual, dan etika politik yang menyangkut dimensi politis manusia.
Secara subtansif pengertian etika poliik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menujuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia adalah manusia. Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih menggunkan etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasaran kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.
Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang kearah keadaan yang tidak lebih dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh penguasa rezim yang otoriter, yang memaksakan kehendak kepada manusia tanpa memperhitungkan dan mendasarkan kepada hak-hak dasar kemanusian. Jadi aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia.

Refernsi:
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : UGM

                

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemikiran Richard L. Lanigan

Fungsi Batin Terhadap Pembentukan Kepribadain

Pertanyaan Filsafat Imanuel Kant