Artikel
Aku
dan Pengalaman Mengajarku
Di
SDN 2 Bojongmenteng
Menjadi seorang guru
bukanlah hal yang sangat mudah terlebih lagi guru SD (Sekolah Dasar) yang
dimana masa peralihan dari TK ke SD. SD (Sekolah Dasar) adalah pondasi bagi
jenjang pendidikan yang lebih tinggi, semua dasar-dasar di bentuk dari SD
dimulai dari perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor, di SD lah semuanya
dimulai. Hal ini sejalan dengan pengertian Dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal 17 yang mendefinisikan
pendidikan dasar jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah. Menurut Suharjo menyatakan
bahwa “Sekolah Dasar pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang
menyelenggarakan program pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun.”
Maka dari itu menjadi
seorang guru atau pendidik tidaklah mudah, seorang guru harus menguasai 4 kompetensi guru di antaranya: Kompetensi
Pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya, serta pengevaluasian hasil belajar. Maka
dari itu guru harus memiliki kompetensi ini karena mengelola suatu kelas itu
tidaklah mudah harus memiliki keahlian untuk dapat mengkondisikan kelas agar
menjadi kelas yang efektif. Selanjutnya Kompetensi kepribadian guru yaitu kompetensi
yang berkaitan dengan prilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus
memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam prilaku sehari-hari. Karena
guru adalah model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur, prilaku guru itu
digugu dan ditiru oleh siswa, apapun yang dilakukan guru akan di ikuti oleh
siswa, bahkan pepatah mengatakan guru kencing berdiri siswa kencing berlari. Hal
ini sejalan dengan pengalaman saya mengajar di SDN 2 Bojongmenteng, pada saat
itu saya tidak sengaja menutup pintu dengan keras, siswa pun mengikuti prilaku
yang saya lakukan, meskipun menurut kita itu adalah kesalahan yang sepele namun
dapat berakibat patal pada siswa. Maka dari itu menjadi seorang guru itu
haruslah menjadi contoh tauladan yang baik. Dari itu guru harus berprilaku baik
dan menjadi model yang dapat di tiru, terutama pada jenjang Sekolah Dasar. Dan
yang selanjutnya Kompetensi Profesional Guru kompetensi ini mengharuskan seorang
guru memiliki pengetahuan yang luas tentang bidang study yang akan diajarkan.
Dari itu menjadi guru harus rajin-rajin membaca agar ketika siswa mengajukan pertanyaan
kita dapat menjawabnya. Dan yang terakhir Kompetensi Sosial yaitu kemampuan
guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, orang tua / wali peserta didik
dan masyarakat sekitar.
Selain itu seorang guru
harus memiliki keahlian dalam mengajar, tidak hanya kemampuan teknis atau hard skill saja namun soft skill pun ikut serta dalam kegiatan
mengajar dan seorang guru atau calon guru harus memiliki soft skill untuk dapat mengembangkan dan memaksimalkan dalam
mengajar. Karena tidak hanya kemampuan teknis yang harus dimiliki oleh seorang
guru, keahlian dalam mengajarpun harus mempunyai keahlian seperti soft skill, soft skill ini lebih dikenal
sebagai keterampilan nonteknis seperti: inovativ dan kretaif, jujur disiplin,
komitmen, networking, ledearship,
komunikasi, problem solving, self marketing dan motivasi. Semua
keahlian itu berada di luar kemampuan teknis akademik, yang lebih bersifat
psikologis sehingga abstrak. Oleh karena itu seorang pendidik memiliki peran
penting dalam pembentukan karakter seorang anak, khususnya bagi pendidik
Sekolah Dasar. Dan semua akan kita alami ketika kita sudah terjun kelapangan
untuk mengajar.
Seperti yang saya lakukan
ketika praktik mengajar di SDN 2 Bojongmenteng, saya melakukan kegiatan
mengajar selama 4 kali pertemuan atau sekitar 1 bulan karena di selangi dengan
kegiatan kuliah, saya mengajar ketika saya libur kuliah saja. Begitu banyak
pengalaman yang saya dapat ketika praktik mengajar ini. Pada hari pertama saya
ke sekolah saya hanya melihat proses pembelajarannya seperti apa, agar saya
tahu bagaimana cara mengajar karena kebetulan ini adalah kali pertama saya
mengajar atau bertatap muka langsung dengan peserta didik yang notabenenya siswa
SD yang masih imut-imut dan polos, dan di pertemuan selanjutnya saya melakukan
kegiatan mengajar, karena kebetulan di sekolah ini sudah menggunakan kurikulum
2013 sekitar 3 bulan yang lalu dan kebetulan yang menggunakan kurikulum 2013
ini baru 2 kelas yaitu kelas 1 dan 4.
Hari pertama saya
mengajar saya memasuki kelas seperti guru-guru lainnya, dengan diawali
pengucapan sallam dan membuka pembelajaran dengan berdo’a bersama pada awal
pertemuan ini saya merasa gugup karena memang saya kurang baik dalam hal public speaking, namun anehnya justuru
saya berani berbicara dengan lancer dan percaya diri pada saat saya berbicara
di depan anak-anak SD, justru saya merasa dihargai, dan apapun yang saya
katakana di ikuti oleh siswa, namun hal itu membuat saya berfikir bahwa saya
harus memiliki kemampuan yang empat kompetensi guru karena apa yang saya
ucapkan akan selalu di ikut oleh siswa, baik benar ataupun salah, karena
apabila saya melakukan sedikit kesalahan saja itu akan di ikuti oleh siswa dan
akan berakibat buruk pada siswa.
Seperti yang sudah di
paparkan dia atas guru harus memiliki empat kompetensi untuk menunjang kegiatan
mengajar agar menjadi guru yang baik untuk siswa. Pada hari pertama tatap muka
dengan siswa, saya menemukan beberapa permasalahan yang harus dihadapi oleh
seorang guru yaitu ketika anak mulai tidak focus dalam belajar dan hanya ingin
bermain dan mengobrol dengan teman sebangkunya dan kegiatan belajar pun mulai
tidak efektif, dari situ saya mulai merasa sulit mengendalikan kelas, karena
apabila saya menyuruh mereka diam justru siswa akan pasif. Dan saya awalnya
sedikit kebingungan dengan keadaan dikelas yang seketika rebut dan siswa mulai
berjalan-jalan di kelas, lalu saya terpaksa mengkondisikan kelas tidak
mengikuti RPP yang telah saya siapkan, saya membuat kegiatan pembelajaran
diluar rencana saya, saya membuat game yaitu cerita berantai mengenai materi pembelajaran,
sebelumnya saya menyuruh siswa untuk membaca sekilas cerita yang ada di buku
paket tentang Majapatih Gajah Mada, setelah siswa membaca siswa diminta untuk
menutup buku paketnya dan mulai bercerita diawali dengan siswa yang duduk di
paling belakang untuk bercerita tentang certia yang dibacanya dan dilanjutkan
oleh teman sebelahnya, pada kegiatan ini siswa sangat antusias dalam bercerita,
dan bahkan ada beberapa siswa yang maju kedepan ingin lagi melanjutkan
ceritanya. Setelah melakukan game cerita berantai ini saya mulai mengajak siswa
untuk melanjutkan materi yang selanjutnya dan keadaan kelas sudah mulai
terkendalikan lagi seperti semula.
Dari sini saya belajar
bahwa ketika kita menghadapi hal-hal tersebut dalam mengajar kita harus
mempunyai cadangan rencana dalam mengajar agar ketika rencana satu tidak
efektif maka kita akan menggunakan rencana dua yang telah kita siapkan juga
seblumnya. Hal ini mengharuskan seorang guru untuk kreatif dalam mengelola
kelas dan memahami siswa agar kelas dapat dikendalikan dengan baik. Hal ini
sebagaimana dengan pendapat Piaget yang
mengatakan bahwa bahwa anak itu seorang pelajar yang aktif. Mereka membentuk
atau menyusun pengetahuan mereka sendiri pada saat mereka menyesuaikan
pikirannya. Sebagaimana terjadi ketika mereka mengeksplorasi lingkungannya
untuk kemudian tumbuh pemikiran-pemikiran logisnya. Hal ini mengisyaratkan
seorang guru untuk memberi kebebasan untuk siswa dan kelas seharusnya menjadi
lingkungan yang dapat di eksplorasi oleh siswa secara efektif. Namun hal ini
tidak disadari oleh kebanyakan guru terutama pada guru-guru yang terdapat di
desa-desa yang tidak terlalu diperhatikan pemerintah sehingga guru-guru pun
dalam mengajar hanya sekedar menjalankan tugasnya sebagai seorang pengajar dan
tidak memikirkan apa dampak positif dan negatifnya ketika mengajar.
Pada pertemuan kedua saya
mengajar seperti biasa, pada awal saya memasuki kelas saya sudah di sambut
dengan sorak riuh, bahkan sebelum saya membuka pembelajaran siswa meminta saya
untuk mengadakan game lagi. Di pertemuan kedua ini saya sudah mulai cukup dekat
dengan siswa dan suasana mengajarpun sudah mulai mencair dan sayapun sudah
mulai dapat mengendalikan keributan yang di lakukan oleh siswa. Pada pertemuan
kedua ini saya membentuk kelompok menjadi 4 kelompok untuk mengerjakan LKS
secara bersamaan namun, disini saya menemukan masalah yaitu ketika pembagian
kelompok semua siswa membentuk kelompok sesuai aturan yang saya pakai namun
disini ada salah satu anak yang tidak ikut dalam kelompok, dia memisahkan diri
dan membuat kelompok sendiri, ketika saya tanya mengapa kamu tidak masuk
kelompok? Salah satu siswa dari kelompok menjawab dengan polosnya “kan dia mah
nggak punya geng” sayapun kaget ketika mendengar kalimat yang di ucapkan salah
satu siswa. Saya bertanya kepada salah seorang siswa yang mengucapkan kalimat
tersebut, memangnya geng itu apa sih? Dia pun menjawab “itu tuh bu yang kayak
di film-film” saya berfikir betapa mirisnya tontonan anak dizaman sekarang,
anak SD yang seharusnya berkawan dengan banyak teman justru mereka malah
bergerombol membuat kelompok atau dikenal dengan nama “geng”. Saya bertanya
kepada siswa tadi memangnya kalo geng tidak boleh berteman dengan teman yang
lain? siswapun menjawab “iya bu kita kan best
friend forefer. Dari permasalahan ini saya harus dapat membujuk siswa untuk
dapat menerima temannya untuk bergabung dengan kelompok hingga akhirnya mereka
mau menerimanya untuk masuk dalam kelompok, dan saya mulai melanjutkan
pembelajaran.
Dari kejadian tersebut bukankah menjadi seorang
guru itu tidak mudah bukan? Maka dari itu saya berfikir mungkin ini yang
dirasakan guru-guru ketika mendidik saya, apa yang dirasakan guru di rasakan
oleh saya saat itu. Berakar dari permasalahan diatas kita sebagai guru
hendaknya menjadi contoh tauladan untuk siswa dan seharusnya mengarahkan siswa
pada hal-hal yang positif. Tidak hanya peran guru peran orang tua pun harus
ikut serta dalam membentuk karakter anak bangsa.
Dari beberapa permaslahan
yang saya temukan, di pertemuan ke tiga ini saya mengajar yang berbeda-beda
lagi masalah yang harus dihadapi. Saya memulai pembelajaran dengan bernyanyi
bersama menyanikan lagu “Allah Maha Kuasa” dengan gerakan gerakan yang saya
praktikan, lalu saya meminta salah satu siswa untuk memimpin bernyanyi di depan
namun semua siswa ingin maju kedepan dan bernyanyi bersama mau tidak mau saya
harus menuruti apa yang di inginkan mereka. Pada pembelajaran pertama pada tema
4 subtema 3 pembelajarn 3 dimulai dengan memperkenalkan diri dan menyebutkan
anggota keluarga, awalnya saya hanya akan meminta beberapa orang siswa saja
utuk maju kedepan namun seperti kejadian tadi siswa ingin semua maju kedepan,
dan mau tidak mau saya harus membujuk siswa untuk tidak bercerita didepan kelas
melainkan mereka bercerita di depan teman sebangkunya saja. Di awal pertemuan
dari mulai masuk kelas sampai dengan pelajaran berakhir saya benar-benar harus
membimbing siswa satu persatu karena hal sepele saja mereka adukan kepada guru,
seperti halnya ketika menulis, mereka tidak cukup di barisan pertama mereka
bertanya kalau sudah tidak muat di sini harus di kemanakan. Dan saya beri
tahukan di baisan selanjutnya namun beberapa menit kemudian siswa bertanya lagi
pertanyaan yang sama. Menurut kita itu hal yang sepele dan mudah namun berbeda
dengan anak kelas satu yang benar-benar pemikirannya masih polos mengikiuti apa
yang diperintahkan oleh guru, dan apabila kita melakukan kesalahan pun itu akan
dianggap benar oleh siswa.
Pada pertemuan terakhir
yaitu pertemuan ke empat saya masih mengajar dan disambut dengan tepuk horey
oleh siswa dan salah satu siswa berkata “asik ibu baru lagi yang ngajar” hal
ini membuat saya sedikit speechls
mendengarnya, ketika saya tanya ko seneng banget? siswa tidak menawab hanya
dijawab dengan senyum lucu. Di awali dengan bernyanyi seperti lagu di minggu lalu
karena ini lagu request dari siswa,
kali ini saya tidak meminta perwakilan siswa untuk memimpin bernyanyi tapi saya
sendiri yang memimpin bernyanyi dan siswa hanya berdiri di depan tempat
duduknya masing-masing, pada pertemuan ini saya melanjutkan pembelajaran
seperti biasanya dan ketika itu ada salah satu siswa yang tidak mau menulis dan
sibuk mengganggu temannya yang sedang menulis saya mencoba membujukanya bebrapa
kali namun tetap saja tidak mau menulis dan akhirnya saya mengajak dia
mengobrol saya bertanya-tanya tentang almatnya, makanan paforitnya apa? Punya
kakak atau adek berapa? dan saya bertanya kenapa tidak mau menulis? Dia
menjawab sambil tersenyum capek bu! Kenapa capek? Soalnya kalo dirumah harus
nulis terus, jadi kalo dikelas gak mau nulis. Terus saya tanya memangnya kamu
dating kesekolah untuk apa? Spontan dia menjawab belajar! Terus, ko kamu nggak
mau nulis? Dia Cuma mengeluarkan alat tulisnya dan berkata “ibu akan kasih kamu
bintang dibuku tulis kamu” iya yah bu jangan bohong. Dengan tulisan bintang di
buku saja mereka sudah senang padahal itu hanya coretan bintang yang sebenarnya
bisa dia tulis sendiri.
Dari permaslahan ini kita
sebagai guru dan orang tua tidak bisa memaksakan kehendak kita terhadap siswa
atau anak karena sesuatu yang dipaksa itu akan membuat hilang kreatifitas anak.
Dan seharusnya pada Sekolah Dasar adalah fasenya anak untuk bermain dan bergerak sesuka hatinya.
Seperti halnya Menurut Sumantri dan Nana Syaodih karakteristik anak pada usia SD. Setiap fase perkembangan
anak menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda. Demikian pula pada anak usia
SD mempunyai karakteristik tersendiri.
Pada umumnya anak SD
terutama kelas-kelas rendah itu senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru
SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih-lebih
untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang
memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan
model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya
diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan
pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni
Budaya dan Keterampilan (SBK).
Karakteristik yang kedua
adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD
dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru
hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau
bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama,
dirasakan anak sebagai siksaan.
Senang Bekerja dalam
Kelompok, melalui pergaulannya dengan kelompok sebaya, anak dapat belajar
aspek-aspek penting dalam proses sosialisasi seperti: belajar memenuhi
aturan-aturan kelompok,belajar setia kawan,belajar tidak tergantung pada orang
dewasa di sekelilingnya,mempelajari perilaku yang dapat diterima oleh lingkungannya,belajar
menerima tanggung jawab, belajar bersaing secara sehat bersama teman-temannya,
belajar bagaimana bekerja dalam kelompok,belajar keadilan dan demokrasi melalui
kelompok. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model
pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok.
Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4
orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
Berdasarkan teori tentang
psikologi perkembangan yang terkait dengan perkembangan kognitif, anak SD
memasuki tahap operasi konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, anak
belajar menghubungkan antara konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Pada
masa ini anak belajar untuk membentuk konsep-konsep tentang
angka,ruang,waktu,fungsi badan,peran jenis kelamin,moral. Pembelajaran di SD
cepat dipahami anak, apabila anak dilibatkan langsung melakukan atau praktik
apa yang diajarkan gurunya. Dengan demikian guru hendaknya merancang model
pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses
pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angin,
dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung
setiap arah angina.
Berdasar pada pengalaman
pada saat saya mengajar di SDN 2 Bojongmenteng, bukankah menjadi seorang guru
tidaklah mudah? Menjadi seorang guru harus memiliki banyak waktu untuk dapat
mengumpulkan informasi terbaru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif di
kelas. Namun hal ini tidak lah mungkin dapat dilakukan oleh kebanyakan guru
karena waktu mereka terbatas mereka tidak hanya mengurus pekerjaannya sebagai
guru saja, tentunya mereka memiliki keluarga yang harus melaksanakan hak dan
kewajibannya sebagai anggota keluarga, dan belum lagi tuntutan mendidik
anak-anak mereka. Apalagi mendidik peserta didik ketika disekolah tidak hanya satu, dua orang
saja melainkan sekitar 25-30 belum lagi apabaila kelas di pedesaan yang dalam
satu kelas mencapai 30-39 peserta didik. coba bayangkan satu guru lawan 39
peserta didik bukankan ini adalah tugas berat yang harus dijalankan oleh
pendidik? Mendidik 39 peserta didik yang memiliki karakter berbeda dan
keinginan berbeda-beda, seperti pengalaman saya mengajar di hari pertama,
padahal itu baru satu hari mengajar namun rasa pusing dan capek sudah dirasakan.
Namun di zaman sekarang guru tidak seperti dulu di hargai dan di segani oleh masyarakat,
namun di zaman sekarang sebagaian masyarakat menganggap guru itu profesi yang
mudah padahal apabila di ketahui menjadi seorang guru itu adalah profesi yang
tidak mudah dimana pendidik harus mendidik puluhan anak dengan karakter yang
berbeda-beda, sedangkan guru dituntut untuk menciptakan sumber daya manusia
yang bermutu, dan ini tidak sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh guru, dengan
gaji yang tidak seberapa, namun tetap dilaksanakan. Untuk itu hargailah guru
sebagaimana usahanya mendidik peserta didik dan anak-anak anda di sekolah.
Titanium Chip Set - Tioga's Paintings
BalasHapusTitanium ford edge titanium for sale Chip Set. $25.95. Titanium Chip Set for titanium cerakote sale. titanium engagement rings This vintage piece is a guy tang titanium toner vintage-quality, polished piece of titanium wire paint that is a prized possession among collectors $25.95 · In stock