Aliran-Aliran dalam Filsafat
Aliran-Aliran dalam Filsafat
Dalam filsafat terdapat beberapa aliran diantaranya sebagai
berikut:
1. Aliran Progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan
asas progresivisme dalam semua realita, terutama dalam kehidupan adalah tetap
survive terhadap semua tantangan hidup manusia harus praktis dalam melihat
segala sesuatu dari segi keagunganya. progresivisme dinamakan instumentalisme,
karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat
untuk hidup untuk kesejasteraan , untuk mengembangkan kepribadian manusia.
dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekan
suatu teori. progresivisme dinamakan environmentalisme karena aliran ini
menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Tokoh-tokoh aliran Progresivisme:
William James (11
Januari 1842 - 26 Agustus. 1910). James
berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi
organik, barns mempunyai fungsi biologic dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia
menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari
mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk
membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas
dasar ilmu perilaku.
John
Dewey (1859 - 1952). Teori Dewey tentang sekolah adalah
"Progressivism" yang lebih menekakan pada anak didik dan minatnya
daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered
Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme
mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas.
Filsafat yang dianut Dewey adalah
bahwa dunia fisik itu real dan perubahan itu bukan sesuatu yang tak dapat
direncanakan. Perubahan dapat diarahkan oleh kepandaian manusia. Sekolah mesti
membuat siswa sebagai warga negara yang lebih demokratik, berpikir bebas dan
cerdas. Bagi Dewey ilmu pengetahuan itu dapat diperoleh dan dikembangkan dengan
mengaplikasikan pengalaman, lalu dipakai untuk menyelesaikan persoalan barn.
Pendidikan dengan demikian adalah rekonstruksi pengalaman. Untuk memecahkan problem,
Dewey mengajarkan metode ilmiah dengan langkah-langkah sebagai berikut : sadari
problem yang ada, definiskan problem itu, ajukan sejumlah hipotesis untuk
memecahkannya,uji telik konsekuensi setiap hipotesis dengan melihat pengalaman
silam, alami dan tes solusi yang paling memungkinkan.
Hans Vaihinger (1852
- 1933). Menurutnya tahu itu
hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin
dibuktikan. Satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa
Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian
itu sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna. untuk menguasai
dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tabu saja bahwa kebenaran ini tidak
lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.
Aliran filsafat progresivisme
telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan pada abad ke-20,
dimana telah meletakan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik
. anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berfikir ,guna
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat
oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, oleh karena itu filsafat
progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. sebab pendidikan
otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi -
pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. sekaligus mematikan daya kreasi baik
secara fisik maupun psikis anak didik.
Adapun filsafat progresif
memendang tentang kebudayaan bahea budaya sebagai hasil budi manusiayang tidak
beku, melainkan selalu berkembang dan berunah. maka pendidikan sebagai usaha
manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan itu haruslah sejiwa dengan
kebudayaan itu.
Untuk itu pendidikan sebagi alat untuk memproses dan dan
mengkonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif
yang pada akhirnya akan dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran)
yang dihasilkan, sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik) adalah
manusia-manusia yang berkualitas unggul, berko,petitif, dan kreatifsanggup
menjawab tantangan zamanya. untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang berpusat
pada pengalaman , dimana apa yang telah diperoleh anak didik selama disekolah
akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya. dengan metode pendidikan
"belajar sambil berbuat" (Learning By Doing) dan pemecahan masalah
(problem Solving) dengan langkah-langkah menghadapi problem, mengajukan
hipotesa.
2. Aliran Idealisme adalah pandangan yang
menganggap hal yang terpenting adalah dunia ide-ide, sebab realitas yang
sesungguhnya adalah dunia ide-ide tersebut. Ide-ide tersebut bisa berupa
pikiran-pikiran manusia rasional, bisa juga berupa gagasan-gagasan kesempurnaan,
seperti Tuhan, dan Moral tertinggi (Summum Bonnum). Apa yang bisa diindera ini
hanyalah bayangan atau imitasi dari ide-ide itu. Oleh karena itu dunia yang
dapat di indera ini bersifat tidak tetap. Beranjak dari hal tersebut di atas,
maka sejarah, alam, pikiran manusia itu bisa menjadi bernilai atau memiliki
makna oleh karena adanya ide dibalik kenampakan. Pada awalnya gereja abad 19
menyambut dengan gembira konsep idealisme ini, karena bagi mereka konsep ini
memberikan jawaban rasional atas kritikan materialisme dan sekulerisme. Cara
untuk bisa mengetahui kebenaran ini menurut filsuf idealisme adalah intuisi,
pernyataan atau wahyu, dan rasio. Hal ini berarti menunjukkan bahwa kritikan
beberapa tokoh materialisme yang mengatakan bahwa idealisme pada hakikatnya
mengorbankan rasio, atau tidak masuk akal, tidak berdasar.
Menurut Plato, alam cita-cita, alam pikiran (idea) itu
adalah kenyataan yang sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini
hanyalah berupa bayangan saja dari alam idea itu.
Aristoteles memberikan sifat kerohanian itu dengan
ajarannya yang menggambarkan alam idea itu sebagai sesuatu tenaga (entelechie)
yang berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari
dalam benda itu.
Di zaman Aufklarung ulama-ulama filsafat yang mengakui
aliran serba-dua seperti Discartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang
bersifat kerohanian dan kebendaan namun keduanya mengakui juga bahwa unsur
kerohanian lebih penting dari kebendaan.
Aliran ini dapat memenuhi hasrat-hasrat yang tinggi dari
roh kemanusiaan. Manusia tidak merasa asing seakan-akan telah kembali pada
rumah sendiri yang wajar. Seluruh kenyataan ini menjadi sangat berarti, sebab
dia dianggap sebagai perwujudan dan pada alam cita-cita. Manusia merasa seperti
dipanggil oleh seruan yang nyaring untuk mewujudkan cita-citanya, karena itu
sudah seharusnya dia dianggap pulang pada alam cita-cita itu sendiri. Idealisme
menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih gembira dan memuaskan, sehingga
meskipun manusia fana dalam kemanusiaannya juga merasa seakan-akan dia turut
sebagai pencipta juga.
Lebih menarik lagi idealisme itu karena orang lalu dapat
merasakan kepuasan beragama denagan beranggapan:
Kita dapat memikirkan Tuhan itu sebagai idea (alam
cita-cita) yang tertinggi (ajaran Plato). Memikirkan Tuhan sebagai keseluruhan
dari idea-idea (windelband). Memeikirkan kenyataan tuhan sebagai kekuasaan yang
menghubungkan idea dengan kenyataan (kant). Memikirkan idea-idea sebagai alam
akhirat yang kekal dan asli yang diciptakan Tuhan lebih utama dari dunia
kebendaan yang fana (tasawuf Islam).
Tokoh-tokoh idealism
Fichte (1762 – 1814). Menurut Fichte, dasar realitas; kemauan inilah thing-in it
self-nya manusia. Penampakkan menurut pendapatnya adalah sesuatu yang di tanam
roh absolut sebagai penampakkan kemauannya. Roh absolut adalah sesuatu yang
bearda di belakang kita. Itu adalah Tuhan pada Spinoza. Bagi seorang idealis,
hukum moral ialah setiap tindakan harus berupa langkah menuju kesempurnaan
spiritual, itu hanya dapat dicapai dalam masyarakat yang anggota-anggotanya
adalah pribadi yang bebas merealisasi dari mereka dalam kerja untuk masyarakat.
Pada tingkat yang lebih tinggi kelemahan dan harapan manusia muncul pada kasih
Tuhan.
Schelling (1775 – 1854). Dalam pandangan Schelling, realitas adalah identik dengan
gerakan pemikiran yang berevolusi secara dialektis, akan tetapi berbeda dari
berbagai hal dari Hegel.
Hegel (1770 – 1831).
Pusat filsafat Hegel ialah konsep Geist (roh ; spirit) suatu istilah yang
diilhami oleh agamanya. Istialh ini agak sulit dipahami. Roh dalam pandangan
Hegel adalah sesuatu yang real, kongkret, kekuatan yang objektif, menjelma
dalam berbagai bentuk sebagai “World of Spirit (Dunia roh) yang menempat ke
dalam objek-objek khusus. Di dalam kesadaran diri, roh itu merupakan esinsi
manusia dan jua esinsi sejarah manusia.
3. Eksistensialisme
merupakan paham yang berpusat pada individu yang bertanggung jawab atas
kemauannya secara bebas tanpa memikirkan mana yang benar dan salah.
Eksistesialisme mempersoalkan keberadaan manusia dan keberadaan tersebut
dihadirkan melalui kebebasan. Namun kebebasan tersebut tetap memiliki batas,
batasannya yaitu kebebasan individu lain.
Berikut
adalah pemikiran beberapa tokoh eksistensialisme
Soren Aabye Kiekeegaard Inti
pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi
senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu
kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan
harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan
atau apa yang ia anggap kemungkinan.
Friedrich Nietzsche.Menurutnya manusia
yang bereksistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa dan
untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super yang mempunyai mental
majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan
penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan
menemukan dirinya sendiri.
Martin Heidegger. Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara
keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu
dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia
baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda
yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan
mereka.
Jean Paul Sartre. Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah
diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep
manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar
dan bebas bagi diri sendiri.
Sumber:
Anonim.2014. ajaran tentang
idealism serta tokoh tokohnya. Diperoleh dari
Hibatullah,Nur.2014.Aliran aliran dalam
pendidikan. Diperoleh dari http://nurhibatullah.blogspot.co.id
Komentar
Posting Komentar